Salim temanku, orangnya lugu, selalu
berprasangka baik kepada semua orang. Merasa orang lain pernah berbuat baik
kepadanya, atau selalu merasa hutang budi kepada orang lain. Banyak sifat-sifat baik yang ada padanya, yaitu
misalnya bisa dia adala orang yang bisa dipercaya atau, selalu berkata jujur, tidak
pernah bohong, dan tidak suka berhianat. Kekurangannya ada juga,
salah satunya adalah, yaitu “penakut.”
Dia selalu takut ucapan dan tindakannya
menghina atau menyakiti hati orang lain. Dalam pergaulan sehari-hari dia selalu mendahului ucapannya dengan kata-kata “Maaf”
Hampir bisa dibilang dia tidak pernah
marah, walaupun disakiti hatinya seperti disinggung perasaanya atau di caci
maki tanpa ada kesalahan yang telah diperbuat olehnya. Bila suatu saat ada
orang yang marah padanya, maka dia akan menghadapinya dengan tersenyum lebar,
bahkan tertawa-tawa, kemudian meminta maaf pada orang yang marah, padahal dia
tak melakukan kesalahan apapun. Dia akan berusaha sebisa mungkin dan bertingkah
laku sedemikian rupa agar bisa merubah orang yang marah tadi menjadi tersenyum
atau tertawa.
Tadi pagi sambil tersenyum lebar, dia
mengeluh atas perbuatan istrinya yang selalu marah-marah padanya tanpa sebab
yang jelas, dengan tangannya yang selalu melayang-layang menampar beberapa kali
diwajahnya.
“Seperti ini.” Katanya sambil
menunjukan bekas memar pada wajahnya.
Tak cukup dengan itu kaki istrinya yang
gemuk juga menendang-nendang kaki Salim, yang baru aku mengerti kenapa dia
mampir ke rumahku pagi ini dengan kaki pincang.
“ Mungkin karena aku kurang perhatian
padanya,kasihan dia. “ Kata Salim, tanpa ada sedikitpun mengeluhkan rasa sakit
akibat kekerasan tangan dan kaki gemuk istrinya.
Kata-kata jawaban atas keluhannya
sendiri cepat-cepat dilontarkan khawatir aku memberi jawaban yang berlawanan. Cerita,
atau kalau tak bisa di bilang “keluhan,” yang dia sampaikan selalu di awali
dengan senyum lebar dan di akhiri dengan tertawa lebar pula.
Aku benar-benar mengerti, bahwa
kedatangannya semata-mata hanya untuk
mengeluhkan istrinya yang selalu marah tanpa sebab dan main pukul, dan ditambah dengan kebiasaan baru, kaki istrinya
yang suka menendang. Sepertinya
dia benar-benar tak tahu cara lain untuk menghadapi marah istrinya kecuali
dengan senyum dan tawa. Bahkan dia heran kenapa kebiasaan sikapnya ini tak di
sukai oleh istrinya.
Mengapa Tuhan menciptakan orang sebaik
Salim? Yang malah dikelilingi oleh orang-orang yang tak mau mengerti akan
karakternya. Kebaikan hati yang bukan didapat dari belajar di sekolah, atau
diperoleh dari ber-tapa didalam goa yang ada di gunung. Kebaikan yang memang
asli pemberian Tuhan. Kebaikan yang sering kali membuat repot si empunya sendiri, Salim. Kebaikan
yang selalu dimanfaatkan oleh orang lain
yang tidak mau mengerti.
Betapa indahnya hidup ini, bila semua orang berhati seperti Salim.
Ya begitulah mas, orang baik seperti salim yang tak pernah berpikir untuk menyakiti orang lain dan selalu berusaha berbuat yang terbaik buat orang lain ini seringkali dianggap makhluk aneh di jaman ini. Tapi saya yakin masih banyak salim-salim yang lain, yang air matanya akan menetes melihat penderitaan orang lain, yang tak segan-segan mengeluarkan uang recehan di dompetnya meski itu uang terakhir yang dimilikinya.
BalasHapus