Senin, 14 Oktober 2013

Perjalanan Bisnisku



Suasana pagi ini mengingatkan aku pada masa kecilku. Suasana dingin karena cuaca mulai memasuki Musim kemarau, dimana biasanya pada saat-saat seperti ini aku mulai merencanakan untuk bepergian mendaki gunung. Bagiku masa-masa kecil adalah masa yang sangat membahagiakan. Masa dimana aku tidak memikirkan lagi yang namanya beban hidup. Yang ada dipikiranku hanyalah main dan kemudian main lagi. Sulit untuk melupakan kenangan masa kecil, kenangan yang terlalu mahal untuk di lupakan.

Hari-hari hanya aku isi dengan main. Sebelum tidur aku merasa tidak puas, dengan permainan hari ini, maka besok aku harus punya acara permainan yang lebih seru. Lalu malam berikutnya, sebelum tidur lagi-lagi aku tidak puas dengan permainan hari itu, maka besok di rencanakan lagi permainan yang lebih seru, begitu seterusnya. Permainan hari ini lebih seru dari hari kemarin. Lalu bagaimana akhirnya aku harus jadi seperti ini sekarang. Seharusnya sekarang ini aku lebih bahagia dari masa kecilku. Tapi kenyataannya kok malah jauh sekali dengan masa kecilku dulu.

Aku tidak tau kapan mulainya ada perubahan kenikmatan bermain. Kalau di urut sejak kecil sampai masa kawinku. Seingatku sejak kecil sampai sekarang tidak ada kejadian yang sangat luar biasa, sehingga bisa merubah arah kesenangan bermain. Sejak kecil sampai aku memasuki masa perkawinan, aku tetap berada di kota yang sama. Jadi seharusnya pola mainku tidak berubah, karena kebanyakan teman bermainku juga masih banyak yang tidak berpindah tempat.

Yang pasti aku tidak akan mampu memikirkannya, atau menganalisa secara detail, kenapa bisa jadi seperti ini. Mungkin memang inilah skenario Allah, bagaimana kita menjalani berbagai macam kehidupan, dengan tidak terlalu merasakan perubahan secara drastis. Walaupun mungkin ada orang lain yang sepertinya mengalami suatu kejadian yang bisa di katakan sangat tragis, tapi setelah melewati waktu yang relatif lama, maka kejadian tragis itu hanya akan menjadi kenangan.

Kalau di ambil contoh kejadian yang dialami oleh orang tuaku. Atau orang yang hidup selama kurun waktu sejak tahun 1930 sampai dengan tahun 1980. Tentu akan mengalami banyak sekali kejadian-kejadian yang sangat tragis. Apalagi bila orang tersebut ikut terlibat dalam kancah pergolakan. Dampak yang mungkin di alami adalah, tewas atau hilangnya anggota keluarga, akibat adanya masa peperangan atau pergerakan-pergerakan militer lainnya.

Seharusnya seorang yang terlibat atau menerima dampak dari kejadian tragis, akan mengalami traumatik. Tapi saat ini bila kita tanyakan kepada orang-orang tersebut, maka mereka akan dengan enaknya bercerita, tanpa merasa terbebani. Kebanyakan orang stres selama mengalami kejadian luar biasa,  akan menjadi tenang kembali setelah melalui waktu yang cukup lama. Jadi memang waktu itu ternyata bisa menghapus kesan apapun. Baik kejadian yang positip maupun yang negatip. 

Kadang ada juga orang yang tetap tidak bisa melupakan kejadian masa lalu. Untuk kasus khusus ada juga orang yang masih tetap stres, selama waktu yang sangat lama, setelah mengalami kejadian luar biasa.

Kembali ke masalah masa kecilku. Bukankah sebenarnya aku sangat suka dengan pola bermainku pada waktu kecil, dan tentu aku tidak ingin rasa senangku itu di ganti dengan yang lainnya, apalagi di ganti dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. 

Waktu itu juga aku sama sekali tidak merasa jenuh dengan kegiatan bermainku. Tidak ada sama sekali terpikir olehku untuk berganti dari bermain ke yang lainnya. Misalnya ada ke inginan untuk memulai bekerja, supaya bisa punya penghasilan, supaya bisa punya uang sendiri. Padahal dengan uang itu bisa untuk pergi kemana saja, atau untuk membeli apa saja yang di inginkan. Tidak, sama sekali aku tidak ingin bekerja, aku hanya ingin bermain dengan teman-temanku.

Keinginan untuk mulai bekerja, aku rasakan ketika kuliah di ITS Surabaya. Waktu itu keadaanku agak pas-pasan, sehingga mulai timbul keinginan untuk punya penghasilan, keinginan untuk punya uang dari hasil keringat sendiri. Keinginan itu memang timbul akibat adanya keterpaksaan, keadaan yang memaksa aku untuk mulai berpikir mandiri. Aku sudah tidak bisa lagi mengandalkan orang tua, untuk memenuhi kebutuhanku. Apalagi tinggal di kota besar seperti Surabaya, kebutuhan hidup pasti lebih besar, sedang peluang untuk mendapatkan penghasilan lebih besar dari pada di kota kecil asal mulaku.


Ternyata dari ke inginanku untuk punya penghasilan sendiri itulah, yang menghancurkan kuliahku. Fokus pikiranku hanya bagaimana aku bisa punya penghasilan sendiri. Menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan diluar berarti mengorbankan tugas-tugas kuliah. Akhirnya banyak tugas-tugas yang tidak terselesaikan, hanya karena lebih mementingkan pekerjaan. 


Karena kesalahanku itulah akhirnya semua jadi berantakan, baik kuliahku maupun pekerjaanku jadi tidak tertangani dengan baik. Aku tidak mendapatkan keduanya, kuliahku berakhir dengan DO dan pekerjaan juga terbengkalai.


Setelah itu perjalanan hidupku jadi tidak mempunyai arah yang pasti. Kadang aku lama tinggal di kota kelahiranku, tapi juga sering tinggal di kota-kota lain dalam waktu yang cukup lama. Tidak ada pekerjaan khusus yang aku seriusi atau tekuni untuk bisa di pakai sebagai pekerjaan tetap. Kebiasaan seperti ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Waktu yang berjalan demikian cepat dan tidak terasa, seperti angin lewat begitu saja. Aku sadar ketika tiba waktunya bagiku untuk memasuki masa untuk berumah tangga. Ternyata aku lewatkan waktu yang lama itu dengan sia-sia. Usiaku sudah mencapai kepala tiga.


Gadis pilihanku tinggal di kota yang sama, menjadi semakin kuat bagiku untuk tidak meninggalkan kota kecilku ini. Apalagi aku mulai merintis untuk meneruskan pekerjaan  ayahku. Pekerjaan yang sejak awal sulit untuk di kembangkan, karena kurangnya modal dan langkahnya pekerja tehnisinya serta ketatnya persaingan yang tidak sehat. Pekerjaan itu aku tekuni hanya untuk menjalani kewajiban, dari pada tidak ada yang bisa dikerjakan.


Setelah kedua orang tuaku tidak ada, aku sudah tidak terlalu terikat dan sedikit punya kebebasan. Artinya aku tidak perlu lagi tinggal di rumah untuk menjaga atau merawat ayahku. Aku bisa memulai bekerja dimana saja. Istri dan anak-anakku tidak terlalu masalah bila di tinggal pergi untuk urusan kerja, ketempat jauh dalam waktu agak lama. Walaupun aku banyak merintis pekerjaan di luar kota, tapi sebenarnya aku lebih banyak tinggal di kotaku sendiri.


Begitu juga dengan berbagai macam perubahan keadaanku, dari satu rumah pindah kerumah yang lain. Mulanya kontrak di satu rumah, akhirnya aku bisa memiliki rumah sendiri, walau cukup sederhana. Tapi karena satu dan lain hal, akhirnya rumah itupun harus terpaksa di jual. Hasil penjualannya di pakai untuk tambahan membangun rumah lain dari sebuah tanah kosong. Tapi dari situlah awal keberangkatan menuju kepada keadaanku yang sekarang ini. Berbagai macam kejadian yang menyebabkan terjadinya perubahan drastis, yang terjadi pada keluargaku.


Sekarang ini aku hanya bisa menyesali mengapa aku kurang jeli melihat keadaanku. Mengapa aku tidak bekerja keras, menekuni satu pekerjaan sampai tuntas, walaupun aku tidak menyukainya. Jika di bandingkan antara aku dan teman-teman sekolahku, sungguh sangat jauh, mereka sudah banyak yang sukses dalam artian secara materi mereka sudah cukup mapan.


Sekarang semua sudah terlanjur, sudah tidak perlu lagi di sesali. Masih ada yang bisa aku kerjakan, misalnya munulis seperti ini, mungkin suatu saat bisa di pakai sebagai bagian untuk mencari penghasilan. Aku hanya bisa meyakini ini semua tidak bisa di lepaskan dari adanya takdir dari Yang Maha Kuasa. Aku anggap Allah sudah menentukan aku seperti ini, jadi bagaimana aku seharusnya bersikap dalam menerima kenyataan ini.


Pekerjaan sebagai penulis ini sebenarnya cukup prospektif, asal di kerjakan dengan benar, tepat dan tekun serta bekerja keras. Jika aku menanganinya seperti pekerjaan-pekerjaanku yang lalu, tentu ini akan menjadi sia-sia juga. Modal dari pekerjaan ini sebenarnya adalah suka membaca, dan itu sudah aku miliki sejak dulu, walaupun tidak terlalu banyak buku yang aku baca. Sedang modal yang lain adalah niat dan bekerja denga keras, itu yang nampaknya kurang aku miliki.


Sebenarnya keadaanku dan suasana yang lain sudah mendukung aku untuk menekuni pekerjaan ini. Ditambah dengan fasilitas Internet, yang banyak membantu aku dalam pekerjaan ini. Semua yang aku perlukan berhubungan dengan pekerjaanku sebagai penulis, tersedia berlimpah ruah di internet. Mudah-mudahan apa yang aku usahakan kali ini tidak menemui kegagalan. Aku tidak berhayal untuk bisa menjadi penulis yang terkenal, atau apalagi yang sangat terkenal. Bagiku bila karyaku bisa menghasilkan uang, itu sudah merupakan kesuksesan yang luar biasa. Insya Allah.

Senin, 07 Oktober 2013

Rencana Menjadi Penulis



Saat ini aku duduk didepan Monitor Computerku, berfikir sejenak untuk mencoba mencari Ide sebagai bahan tulis hari ini. Kutunggu-tunggu beberapa menit, berharap yang namanya Ide itu segera datang, sehingga aku bisa segera menulis. Karena sejak awal bulan ini Maret 2012, aku sudah memutuskan untuk selalu menulis artikel setiap hari minimal Seribu kata.

Memang pada awal-awal bulan sepertinya, ide selalu ada dan muncul begitu saja, sehingga dengan mudah aku menulis. Tapi setelah beberap hari, lebih-lebih di akhir-akhir bulan, aku mulai kehabisan ide. Aku merasa bahwa yang namanya ide itu sudah tidak ada sama sekali atau habis tuntas. Padahal targetku aku harus menulis setiap hari tidak boleh putus, sampai akhir bulan April 2012.

Aku mencoba untuk mengisi akun ku di Empat tempat. Dua di Kompasiana, satu di Wordpress dan yang satu lagi di Blogspot. Jadi selain aku harus membuat tulisan minimal Seribu kata, aku juga harus membuat empat judul dengan empat tema yang berbeda pula. Ternyata lebih sulit membuat empat artikel dengan empat tema dan judul yang berbeda, dari pada satu tema dengan seribu kata.

Semua hasil karya tulisku aku simpan di file khusus, selain setelah di postingkan di masing-masing tempat yang di tuju. Biasanya aku buat dulu dua artikel untuk Kompasiana, lalu kemudian dua yang lain untuk Wordpress dan Blogspot. Awalnya lancar-lancar saja, tapi setelah berjalan beberapa hari mulai tersendat-sendat.

Setelah sekian lama aku mulai mengalami kesulitan, memeras otak untuk mencurahkan apa saja yang ada di pikiran ke dalam tulisan, karena aku ini masih dalam masa belajar untuk menjadi seorang penulis. Akhirnya aku mencoba untuk sedikit meringankan, dengan cara membuat karya tulis yang tidak di postingkan di dua tempat itu, tapi di simpan sebagai arsip di Computer.

Jika aku membuat artikel apa saja yang tujuannya untuk di postingkan, maka aku harus membuat yang rada bagus. Atau tidak boleh sembarangan membuat artikel, harus ada tema yang lumayan menarik minimal, karena paling tidak postingan itu bakal di lihat dan di komentari oleh orang lain. Walaupun tema bisa berbagai macam, tapi hasil tulisan tidak boleh sembarangan.

Beda dengan hasil karya tulis yang aku simpan di file computerku. Karya tulis itu tidak akan ada yang melihat, atau menilai dengan memberi komentar. Keuntungannya aku bisa bebas menulis apa saja, dengan tema apa saja dan cara penulisannyapun bisa sebebas-bebasnya tanpa beban. Tapi ada juga kerugiannya, yaitu aku tidak tahu tulisanku ini mendapat tanggapan positip atau negatip dari orang lain. Karena yang penting aku harus banyak menulis, bukan mendapat penilaian, maka aku bisa lebih bebas menulis untuk File Arsip.

Kalau melihat perkembangan dalam penulisan. Sejak awal bulan Pebruari 2012 sampai hari ini, aku merasakan adanya perkembangan. Perkembangan yang di maksud adalah, sepertinya aku merasakan arah dari penulisanku masih dalam pencarian. Tujuan penulisanku saat ini sudah sangat melenceng jauh dari tujuan awal. Tapi bagaimanapun juga aku sudah sangat bangga, karena hasrat untuk menulis sudah sejak lama sekali, ternyata kini aku sudah bisa memproduksi beberapa hasil karya tulis, walau kwalitas nya masih jauh dari normal
Niat awal adalah aku ingin menulis di Blog dengan tema cerita-cerita yang mengandung humor. Niat itu di barengi dengan tujuan agar bisa menghasilkan uang. Setelah menulis beberapa kali di blog miliku sendiri. Aku merasakan, bahwa ternyata menulis itu tidak semudah yang aku bayangkan. Buktinya untuk selanjutnya aku sudah mulai kerepotan menemukan ide, juga kesulitan  mengarang kata-kata. 

Setelah banyak surving di dunia internet, akhirnya aku banyak mengenal dunia tulis menulis. Baik para penulis-penulis baru dan yang sudah terkenal. Begitu juga banyak mengenal penulis-penulis bagus tapi tidak terkenal. Yang menulis di Blog atau di situs-situs yang berhubungan dengan dunia menulis. Apalagi setelah aku mengenal beberapa Website yang menampung karya-karya penulis baru, untuk di nilai atau di komentari. Dari itu semua aku merasakan perubahan pada sudut pandangku terhadap tulisan. Juga aku kini merasa kecil, karena ternyata masih sangat banyak sekali penulis-penulis berbakat di luar sana.

Sebenarnya kalau aku hanya melihat bakat dan kemampuan orang lain, maka aku bisa jadi minder dan akan menghentikan penulisanku. Jadi aku putuskan untuk tidak perduli dengan orang lain, dan tidak perduli juga dengan kemampuanku menulis. Aku akan terus menulis dengan target yang sudah aku niatkan sejak awal. Namun tetap aku mengikuti perkembangan dunia tulis menulis di luar sana, bahkan ikut aktif dalam berbagi penilaian hasil karya tulis di beberapa Website yang menampung hasil karya tulis.

Pertama-tama aku aktif di Kompasiana. Disana aku mengenal istilah Cermin atau Cerita Mini. Suatu bentuk cerita singkat yang sangat aku sukai. Banyak sekali karya-karyaku yang aku postingkan disana, lalu mendapat sambutan menyenangkan dan yang agak membesarkan kepalaku, karena bangga.

Kelebihan di Kompasiana, ada pembagian berbagai macam kelompok karya tulis. Yang masing-masing mempunyai kelompok penggemar sendiri-sendiri. Dari situ aku bisa mengembangkan tulisanku, ke arah yang berbeda dari tujuan awal. Ada rubrik yang menampung karya tulis bertopik Humor, Puisi, Politik, Cermin, Cerpen, Novel, Dongeng dll. Website ini sangat membantu aku, untuk mencoba menulis dengan berbagai topik lain.

Setelah beberapa lama aku mengenal website yang bernama kemudian.com, yang menampung berbagai macam karya tulis, dengan tujuan untuk di komentari atau di beri pendapat, baik pengurangan atau penambahan, yang masing-masing ada penilaiannya. Di website ini aku juga ikut aktif. Dan senang karena sangat membantu dalam penilaian hasil karyaku.

Selain itu semua aku juga aktif mencari informasi seputar dunia penulisan. Mencari tip-tip penulisan yang baik, tutorial-tutorial yang berhubungan dengan tulis-menulis juga pendapat-pendapat dari banyak penulis-penulis terkenal. Tapi hampir semuanya kalau di simpulkan, ternyata sebagai penulis baru, kita hanya diharuskan menulis apa saja sebanyak-banyaknya, setiap hari. Setelah lancar menulis, baru kita akan mengarahkan mau kemana tujuan penulisan kita.

Waktu yang dibutuhkan bagi penulis baru untuk lancar menulis itu sangat relatif. Ada yang karena sudah memiliki bakat, waktu yang di butuhkan untuk memperlancar penulisan hanya sebentar. Ada juga yang karena tidak memiliki bakat, waktu

Aku sendiri pada mulanya menargetkan latihan menulis selama dua bulan. Tapi setelah melihat kemampuan, dan membandingkan dengan penulis lain, nampaknya butuh waktu lebih lama lagi. Selain melatih tulisan, juga diperlukan menambah pengetahuan dengan banyak membaca karya-karya penulis lain, baik yang sudah terkenal maupun yang masih baru.

Sampai saat ini aku masih belum punya bentuk ciri khas tulisanku. Aku masih juga belum tahu jenis tulisan macam apa yang aku inginkan. Semua jenis tulisan di sesuaikan dengan karakter penulis, ada penulis cerpen, novel, puisi atau yang lainnya. Aku juga belum bisa memperkirakan sampai kapan aku akan bisa menjadi penulis. Karena yang aku rasakan sekarang ini, atau semakin lama aku menjadi semakin merasakan kesulitan dalam menulis. Mudah-mudahan kesulitan ini tidak menjadikan aku bosan dan putus asa, lalu berhenti untuk menulis.
 
Menghasilkan uang adalah merupakan tujuan awal rencanakan, tapi nampaknya tujuan itu jadi semakin lari menjauh. Namun aku akan tetap mengejar, karena aku malah melihat banyak peluang di dunia tulisan. Wallahu A’lam.

Sabtu, 05 Oktober 2013

Belajar dari Perubahan Masa



Pagi ini seperti biasa tak ada pekerjaan khusus yang aku kerjakan. Cuaca  cukup sejuk, tidak seperti beberapa hari yang lalu, mungkin karena langit selalu mendung disertai hujan yang berhenti sebentar lalu hujan lagi. Sering kali hujan lebat beberapa jam lalu berhenti, kemudian di sambung dengan hujan rintik-rintik sampai hampir setengah hari. Cuaca yang begini ini biasanya di ikuti dengan udara yang sangat dingin sampai beberapa hari.

Suara “Gareng” (Tonggeret) sudah mulai terdengar nyaring dimana-mana. Biasanya ini adalah pertanda Musim Hujan akan segera lewat, dan berganti dengan Musim Kemarau. Selain itu semua memang sepertinya mulai terasa suasana musim kemarau sudah tidak lama lagi, walau hujan lebat masih sering datang. Masyarakat di sekitarku sepertinya sudah merasakan cukup puas dengan musim hujuan kali ini.

Musim nampaknya sudah mulai membuka lembaran baru. Tak terasa musim hujan yang tadinya di tunggu-tunggu kedatangannya, sekarang sudah mau pergi lagi. Begitu juga nanti dengan musim kemarau, yang saat ini sedang di nantikan kedatangannya, tak lama lagi akan segera pergi juga. Waktu bergerak dengan sangat cepat, seakan musim berganti seperti secepat membuka lembaran buku.

Begitu juga dengan yang lainnya. Yang lalu aku menghadiri acara pertemuan wali murid di sekolahan SMP putraku. Acara penerimaan Raport dan Ijazah, yang selama acara aku hanya bisa merenung, betapa cepatnya waktu ini. Aku baru sadar ketika sudah di tengah perjalanan pulang, yang berarti aku sudah tidak akan kembali lagi ke sekolahan itu. Padahal masih jelas di ingatanku, seakan baru minggu lalu, ketika aku menghadiri pertemuan di sekolahan itu juga, pertemuan wali murid yang anaknya berhasil di terima sebagai siswa SMP tersebut. Itu terjadi Tiga tahun lalu.

Putriku yang paling besar, aku sempat kaget ketika dia tanya kapan bisa punya KTP. Katanya ada urusan yang harus di lengkapi dengan KTP. Ternyata dia sudah berusia Delapan Belas Tahun. Usia berlomba lari cepat dengan waktu, tanpa menunggu aku sempat menghitung hari-hari. Mungkin aku terlalu banyak melihat langit yang tidak pernah berubah.

Lalu bagaimana dengan aku sendiri? Nampaknya tidak ada perubahan yang mencolok padaku. Aku merasakan keadaanku tidak beda dengan entah berapa tahun yang lalu. Malah aku lebih merasakan keadaanku selalu mengarah kebawah atau menurun. Baik itu fisik jasmaniku atau pikiran rohaniku. Keduanya aku rasakan sudah tidak bisa seperti dulu lagi. Aku merasa kedatangan tamu yang namanya “Tua.”

Secara fisik aku bisa dengan jelas merasakan, menurunnya kekuatan tubuhku. Latihan Futsal misalnya, yang biasa aku adakan bersama teman-teman, kali ini sudah harus berpikir panjang terlebih dahulu jika akan memutuskan untuk memulai latihan lagi. Aku sudah tidak berani lagi untuk bermain dengan semangat seperti dulu. Walau aku tidak merasakan apa-apa, tapi aku tidak akan mengambil resiko dengan jantungku, yang aku punya hanya satu biji ini.

Walaupun aku harus tetap melakukan olah raga demi kesehatan, tapi aku harus pandai memilih olah raga apa yang pantas buatku. Aku harus mulai melirik jenis olah raga yang biasa di pakai oleh para usia menengah ke atas. Olah raga yang tidak memacu detak jantung yang keras, yaitu seperti jalan-jalan pagi, dengan langkah yang lebih cepat agar bisa keluar keringat.

Begitu juga dengan kemampuanku untuk menanggung beban pikiran. Kepalaku sudah tidak sekuat dulu untuk menerima beban-beban yang berat. Pekerjaan yang beresiko tinggi cepat-cepat aku hindari. Tanggungan yang belum selesai aku kerjakan, sudah sangat mengganggu ketenanganku bahkan tidurku. Semasa muda pekerjaan dengan tanggungan apapun tidak masalah bagiku. Tapi kini sudah berpengaruh kepada rasa makanan yang aku telan.

Untuk urusan makanan dan minuman, aku sudah harus memilih-milih. Sebenarnya dalam hal selera, aku ini termasuk orang yang suka makan, walau tidak dalam takaran jumlah banyak. Hampir semua makanan dan minuman  yang halal aku suka. Baik itu makanan yang berlemak atau sayur-sayuran, juga minuman yang manis atau yang banyak mengandung protein. Tapi sekarang selain menghindari makanan dan minuman yang terlalu manis dan berlemak, juga mengurangi kadar kwantitasnya.

Walau di lihat secara jasmani dan rohani, aku sudah banyak mengalami penurunan. Tetapi semangat harus tetap semakin meningkat. Karena aku rasa yang namanya Semangat  itu berada pada posisi yang berbeda. Menurunnya kekuatan tubuh tidak harus berbanding lurus dengan menurunnya semangat hidup. Bagiku tidak mengambil resiko dalam pekerjaan yang berat, bukan berarti menurunnya semangat hidup.

Ada hal-hal lain yang semakin memicu semangat hidup. Misalnya bagaimana kita bisa mendorong anak-anak untuk bersemangat dalam bekerja, jika kita sendiri mulai kelihatan tidak semangat. Kita tidak bisa berpura-pura semangat di hadapan anak-anak. Semangat yang di maksud adalah semangat yang sesuai dengan kemampuan kita. Kemajuan perkembangan prestasi anak-anak kita, dalam urusan pendidikan, itu saja sudah menambah semangat kita sebagai orang tua.
Aku merasakan sekali adanya perubahan waktu berpengaruh pada cara berpikirku. Cara berpikir masa sekarang lebih banyak pertimbangannya, untuk memutuskan sesuatu selalu di pikir-pikir ulang sampai matang. Beda dengan sewaktu masih muda, melakukan keputusan sesuatu dulu baru kemudian di pikir. Pada masa muda resiko apapun aku masih sanggup menanggungnya, beda dengan masa senja sekarang ini.

Sewaktu sekolah di SMA atau beberapa tahun setelah lulus sekolah, aku selalu bercanda dengan teman-teman dengan cara saling pukul-pukulan, rangkul-rangkulan, dan yang lainnya sejenis itu.Yang lucu ketika ada acara pertemuan reuni, atau ada masa-masa liburan seperti hari Lebaran, atau yang lainnya, dimana ada kesempatan untuk bertemu dengan teman-teman sekolah. 

Maksudnya ingin bercanda seperti waktu masih di sekolah. Tapi tentu saja sudah tidak lucu lagi. Jadi bercanda kali ini hanya sebatas senda gurau dimulut saja. Tanpa mencoba untuk ikut menggerakkan badan atau anggota tubuh yang lain.
Memang kalau di pikir-pikir kejam sekali kehidupan ini. Apa yang sangat kita cintai harus di relakan untuk berpisah. Apa yang sangat kita benci harus juga kita terima dengan ikhlas. Untungnya semua yang kita alami ini tidak berlangsung secara cepat dalam artian mendadak, tapi bertahap sedikit demi sedikit, walaupun akhirnya kita merasakan seakan-akan cepat sekali. Mungkin lebih jelasnya, Walaupun kita merasakan kehilangan dengan cepat, tapi itupun melalui selang waktu beberapa tahun.

Tak ada senjata yang sanggup menahan beban ini semua kecuali Kesabaran  dan Keihlasan, menerima apapun yang telah di tentukan oleh Allah SWT. Jika kita menganggap semua masalah itu besar, tentu kita akan mendapatkan Tuhan yang kecil. Jika menyakini Allah itu Maha Besar, tentu kita akan bisa menganggap semua masalah itu adalah kecil.
 
Hidup adalah kepastian, senjata adalah pilihan. Didunia ini adalah bukan tempatnya kenikmatan. Jadi janganlah sekali-kali mencoba menemukan kenikmatan di dunia ini. Allah telah menyediakan kenikmatan bukan di dunia, tapi di Sorga, maka sangat salah jika di dunia saja mencari kenikmatan, tapi mengabaikan kenikmatan sejati di Akhirat. Wallahu A’lam.

Kamis, 03 Oktober 2013

Cara Mendidik Orang Tua Dulu



Pada suatu saat Kakak perempuanku meminta tolong padaku, untuk membuatkan format undangan, yang akan di gunakan untuk acara lamaran putrinya minggu depan. Undangan yang di maksud bukan seperti undangan pada umumnya. Tapi model undangan yang hanya selembar kertas Folio, yang kemudian di perbanyak melalui fotocopy. Undangan berbentuk satu lembar itu nantinya di lipat, yang permukaannya menunjukkan nama dan alamat yang di undang.

Aku tidak keberatan sama sekali dalam hal ini, dan membantu kakak merupakan suatu kewajiban bagiku. Apalagi pekerjaan itu sama sekali tidak merepotkan aku. Hanya saja yang menjadi pokok persoalan bagiku adalah putra kakakku, yang saat ini duduk dibangku SMA kelas Tiga, jurusan IPA lagi. Yang mana seharusnya siswa yang masuk dalam jurusan itu, adalah menandakan siswa itu pandai. Yang pasti keponakan saya itu cukup pandai dalam bidang Computer.

Setelah pembuatan format undangan selesai, dan juga sudah aku perbanyak dengan Fotocopy sesuai yang di minta. Aku langsung menemui Kakak-ku dan menyampaikan, bahwa untuk selanjutnya aku tidak bisa lagi mau membantu dalam urusan perkawinan putrinya. Kakak ku nampak keheranan dengan pernyataanku. Lalu aku minta waktu sebentar untuk duduk bersama dengannya, kemudian menjelaskan maksudku.

Aku ingatkan kepadanya, ketika acara perkawinan Kakak ku Dua Puluh Empat tahun yang lalu. Siapa saja yang bekerja untuk mengatasi semua keperluan acara perkawinnan itu? Hanya aku. Ya hanya aku yang mengatasi semua keperluan perkawinan mulai dari awal sampai acara selesai, dan mengembalikan semua alat-alat dan perlengkapan yang di sewa, maupun dari tempat lain. Padahal waktu itu aku baru duduk di bangku sekolah kelas Dua SMP.

Keadaan waktu itu tidak seperti sekarang, yang serba modern dan komputer ini. Semuanya harus di urus sendiri-sendiri dan ke tempat yang berbeda. Tidak seperti sekarang. Satu kantor Persewaan Keperluan Perkawinan dan Pesta atau yang namanya Event Organiser (EO), sudah bisa melayani semua keperluan pesta berikut tenaga pelayanannya.

Aku yang mengurus dalam pembuatan undangan, yang mendisain format undangan dan memesan pada percetakan. Undanga yang di pesan ada tiga macam, yaitu untuk undangan acara lamaran maupun undangan nikah dan undangan resepsi. Menuliskan siapa saja yang di undang, dan dari kota mana saja. Begitu juga dengan pendistribusian undangan untuk berbagai macam kota. Semua itu aku yang menyelesaikan dengan tuntas dan tepat waktu.
Untuk keperluan konsumsi seperti piring, sendok, mangkok, panci dan gelas. Terop dan kursi lipat serta sound sistem, aku pesankan di satu tempat persewaan alat perkawinnan yang sama. Hal ini harus di lakukan sejak jauh-jauh hari, karena jika bertepatan waktunya dengan acara orang lain, maka kantor itu sudah tidak bisa melayani aku lagi. Padahal kantor ini adalah satu-satunya di kota ku.

Urusan Birokrasi waktu itu juga tidak mudah, selain ijin mengadakan pesta di kelurahan dan Muspika, dan juga ijin PLN untuk membuka pembatasan penggunaan listrik. Serta sejumlah per ijinan ke beberapa instansi. Semuanya aku selesaikan dengan rapih dan lancar.

Pada saat hari H nya, seperti pemesanan hiasan Kuade dan tetek bengek yang berhubungan dengan keperluan hiasan Tempat Duduk Kemanten. Harus di pesankan ke orang yang memang sudah ahlinya, dan tidak bertepatan dengan acara perkawinan orang lain. Begitu juga dengan tukang rias kemanten berikut dengan pakaian nya.

Pada saat acara aku juga yang mengatur tempat duduk, berikut sebagai terima tamu dan menempatkan tamu yang mana duduk dimana. Untuk orang-orang tua dan tokoh masyarkat atau ulama, punya tempat duduk khusus. Begitu juga pada saat pembagian konsumsi, harus tahu yang mana harus di dahulukan. Alhamdulillah semua bisa aku atur dengan lancar.

Sampai acara perkawinan selesai, pengawasan dan pengecekan barang perlengkapan yang akan di kembalikan, juga tidak luput dari pengawasanku. Dan acara selesai dengan semuanya kembali pada tempatnya lagi, tanpa ada masalah yang serius.

Sebenarnya aku sendiri heran, bagaimana aku bisa menyelesaikan urusan ini sendirian? Padahal waktu itu aku masih relatif muda. Ternyata yang bisa aku simpulkan adalah, jika kita mau maka semuanya bisa kita atasi. Apalagi pada jaman sekarang yang serba lengkap, cepat dan modern.

Begitu juga maksudku terhadap keponakanku, putra kakak ku. Kalau dia tidak mau mengupayakan sendiri, maka akan sampai kapan dia bisa mandiri? Jika di biarkan terus menerus sifat ketergantungan kepada orang tua, maka selamanya dia akan meminta bantuan orang tua dalam urusan nya sendiri.

Dalam hal ini aku baru sadar, betapa tepatnya cara mendidik Ayah terhadap ku. Aku sekarang benar benar merasakan manfaat dari cara mendidik Ayah. Terima kasih sekali Ayah. Bagi Ayahku tidak ada kamus yang namanya “Tidak Bisa.”  Semuanya menjadi “Harus Bisa” dalam segala hal.

Memang rasanya waktu itu aku menganggap Ayahku terlalu keras terhadapku. Jika ada urusan yang aku tidak bisa menyelesaikan, maka akan sangat marah sekali Ayah. Lalu aku akan segera di suruh melanjutkan pekerjaan atau urusan itu sampai tuntas. Urusan tidak akan berhenti di kerjakan sebelum semuanya sudah beres.

Jika di bandingkan cara mendidik orang tua jaman dahulu dengan orang tua jaman sekarang, tentu sangat berbeda sekali. Orang tua dulu cenderung keras dan memaksakan serta tidak mau tahu dengan kegagalan. Kalau di lihat hasilnya, maka anak-anaknya mempunyai kemampuan Kemandirian yang lebih tinggi.

Sedang orang tua jaman sekarang lebih luwes dan cenderung memanjakan kepada anak, terlalu toleran terhadap ketidak mampuan anak. Sehingga anak-anak sekarang kurang dalam hal Kemandirian nya. Sering putus asa dan merasa tidak mampu, dalam menyelesaikan berbagai masalah. Lalu sering melakukan kesalahan dalam memutuskan  suatu perkara atau masalah.
“Jadi Kakak harus memerintah anakmu untuk membantu.” Kataku.
“Percuma, aku sudah capek menyuruhnya. Dia tidak pernah bisa di suruh.” Kata Kakak ku.