Pagi ini seperti biasa tak ada
pekerjaan khusus yang aku kerjakan. Cuaca
cukup sejuk, tidak seperti beberapa hari yang lalu, mungkin karena langit
selalu mendung disertai hujan yang berhenti sebentar lalu hujan lagi. Sering
kali hujan lebat beberapa jam lalu berhenti, kemudian di sambung dengan hujan
rintik-rintik sampai hampir setengah hari. Cuaca yang begini ini biasanya di
ikuti dengan udara yang sangat dingin sampai beberapa hari.
Suara “Gareng” (Tonggeret) sudah mulai
terdengar nyaring dimana-mana. Biasanya ini adalah pertanda Musim Hujan
akan segera lewat, dan berganti dengan Musim Kemarau. Selain itu semua
memang sepertinya mulai terasa suasana
musim kemarau sudah tidak lama lagi, walau hujan lebat masih sering datang.
Masyarakat di sekitarku sepertinya sudah merasakan cukup puas dengan musim
hujuan kali ini.
Musim nampaknya sudah mulai membuka
lembaran baru. Tak terasa musim hujan yang tadinya di tunggu-tunggu
kedatangannya, sekarang sudah mau pergi lagi. Begitu juga nanti dengan musim
kemarau, yang saat ini sedang di nantikan kedatangannya, tak lama lagi akan
segera pergi juga. Waktu bergerak dengan sangat cepat, seakan musim berganti seperti
secepat membuka lembaran buku.
Begitu juga dengan yang lainnya. Yang
lalu aku menghadiri acara pertemuan wali murid di sekolahan SMP putraku. Acara
penerimaan Raport dan Ijazah, yang selama acara aku hanya bisa merenung, betapa
cepatnya waktu ini. Aku baru sadar ketika sudah di tengah perjalanan pulang,
yang berarti aku sudah tidak akan kembali lagi ke sekolahan itu. Padahal masih
jelas di ingatanku, seakan baru minggu lalu, ketika aku menghadiri pertemuan di
sekolahan itu juga, pertemuan wali murid yang anaknya berhasil di terima
sebagai siswa SMP tersebut. Itu terjadi Tiga tahun lalu.
Putriku yang paling besar, aku sempat
kaget ketika dia tanya kapan bisa punya KTP. Katanya ada urusan yang harus di
lengkapi dengan KTP. Ternyata dia sudah berusia Delapan Belas Tahun. Usia
berlomba lari cepat dengan waktu, tanpa menunggu aku sempat menghitung
hari-hari. Mungkin aku terlalu banyak melihat langit yang tidak pernah berubah.
Lalu bagaimana dengan aku sendiri?
Nampaknya tidak ada perubahan yang mencolok padaku. Aku merasakan keadaanku
tidak beda dengan entah berapa tahun yang lalu. Malah aku lebih merasakan
keadaanku selalu mengarah kebawah atau menurun. Baik itu fisik jasmaniku atau
pikiran rohaniku. Keduanya aku rasakan sudah tidak bisa seperti dulu lagi. Aku
merasa kedatangan tamu yang namanya “Tua.”
Secara fisik aku bisa dengan jelas
merasakan, menurunnya kekuatan tubuhku. Latihan Futsal misalnya, yang biasa aku
adakan bersama teman-teman, kali ini sudah harus berpikir panjang terlebih
dahulu jika akan memutuskan untuk memulai latihan lagi. Aku sudah tidak berani
lagi untuk bermain dengan semangat seperti dulu. Walau aku tidak merasakan
apa-apa, tapi aku tidak akan mengambil resiko dengan jantungku, yang aku punya hanya satu biji ini.
Walaupun aku harus tetap melakukan olah
raga demi kesehatan, tapi aku harus pandai memilih olah raga apa yang pantas
buatku. Aku harus mulai melirik jenis olah raga yang biasa di pakai oleh para
usia menengah ke atas. Olah raga yang tidak memacu detak jantung yang keras,
yaitu seperti jalan-jalan pagi, dengan langkah yang lebih cepat agar bisa
keluar keringat.
Begitu juga dengan kemampuanku untuk
menanggung beban pikiran. Kepalaku sudah tidak sekuat dulu untuk menerima
beban-beban yang berat. Pekerjaan yang beresiko tinggi cepat-cepat aku hindari.
Tanggungan yang belum selesai aku kerjakan, sudah sangat mengganggu
ketenanganku bahkan tidurku. Semasa muda pekerjaan dengan tanggungan apapun
tidak masalah bagiku. Tapi kini sudah berpengaruh kepada rasa makanan yang aku
telan.
Untuk urusan makanan dan minuman, aku
sudah harus memilih-milih. Sebenarnya dalam hal selera, aku ini termasuk orang
yang suka makan, walau tidak dalam takaran jumlah banyak. Hampir semua makanan
dan minuman yang halal aku suka.
Baik itu makanan yang berlemak atau sayur-sayuran, juga minuman yang manis atau
yang banyak mengandung protein. Tapi sekarang selain menghindari makanan dan
minuman yang terlalu manis dan berlemak, juga mengurangi kadar kwantitasnya.
Walau di lihat secara jasmani dan
rohani, aku sudah banyak mengalami penurunan. Tetapi semangat harus tetap
semakin meningkat. Karena aku rasa yang namanya Semangat itu berada pada posisi yang berbeda.
Menurunnya kekuatan tubuh tidak harus berbanding lurus dengan menurunnya semangat
hidup. Bagiku tidak mengambil resiko dalam pekerjaan yang berat, bukan
berarti menurunnya semangat hidup.
Ada hal-hal lain yang semakin memicu
semangat hidup. Misalnya bagaimana kita bisa mendorong anak-anak untuk
bersemangat dalam bekerja, jika kita sendiri mulai kelihatan tidak semangat.
Kita tidak bisa berpura-pura semangat di hadapan anak-anak. Semangat yang di
maksud adalah semangat yang sesuai dengan kemampuan kita. Kemajuan perkembangan
prestasi anak-anak kita, dalam urusan pendidikan, itu saja sudah menambah
semangat kita sebagai orang tua.
Aku merasakan sekali adanya perubahan
waktu berpengaruh pada cara berpikirku. Cara berpikir masa sekarang lebih
banyak pertimbangannya, untuk memutuskan sesuatu selalu di pikir-pikir ulang
sampai matang. Beda dengan sewaktu masih muda, melakukan keputusan sesuatu dulu
baru kemudian di pikir. Pada masa muda resiko apapun aku masih sanggup
menanggungnya, beda dengan masa senja sekarang ini.
Sewaktu sekolah di SMA atau beberapa
tahun setelah lulus sekolah, aku selalu bercanda dengan teman-teman dengan cara
saling pukul-pukulan, rangkul-rangkulan, dan yang lainnya sejenis itu.Yang lucu
ketika ada acara pertemuan reuni, atau ada masa-masa liburan seperti hari
Lebaran, atau yang lainnya, dimana ada kesempatan untuk bertemu dengan
teman-teman sekolah.
Maksudnya ingin bercanda seperti waktu masih di sekolah.
Tapi tentu saja sudah tidak lucu lagi. Jadi bercanda kali ini hanya sebatas
senda gurau dimulut saja. Tanpa mencoba untuk ikut menggerakkan badan atau
anggota tubuh yang lain.
Memang kalau di pikir-pikir kejam
sekali kehidupan ini. Apa yang sangat kita cintai harus di relakan untuk
berpisah. Apa yang sangat kita benci harus juga kita terima dengan ikhlas.
Untungnya semua yang kita alami ini tidak berlangsung secara cepat dalam artian
mendadak, tapi bertahap sedikit demi sedikit, walaupun akhirnya kita merasakan
seakan-akan cepat sekali. Mungkin lebih jelasnya, Walaupun kita merasakan
kehilangan dengan cepat, tapi itupun melalui selang waktu beberapa tahun.
Tak ada senjata yang sanggup menahan beban
ini semua kecuali Kesabaran dan Keihlasan,
menerima apapun yang telah di tentukan oleh Allah SWT. Jika kita menganggap
semua masalah itu besar, tentu kita akan mendapatkan Tuhan yang kecil. Jika
menyakini Allah itu Maha Besar, tentu kita akan bisa menganggap semua masalah
itu adalah kecil.
Hidup adalah kepastian, senjata adalah pilihan. Didunia ini adalah bukan tempatnya kenikmatan. Jadi janganlah sekali-kali mencoba menemukan kenikmatan di dunia ini. Allah telah menyediakan kenikmatan bukan di dunia, tapi di Sorga, maka sangat salah jika di dunia saja mencari kenikmatan, tapi mengabaikan kenikmatan sejati di Akhirat. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar