Kamis, 22 Maret 2012

Watak Manusia Memang Aneh


Bulan ini mengingatkan aku pada suatu kejadian lama. Tentang watak atau sifat manusia yang kadang-kadang membingungkan. Banyaknya jumlah manusia berarti segitu juga jumlah macam sifatnya. Ingatanku pada kejadian lalu itu menggambarkan salah satu bentuk sifat manusia yang cukup unik buatku.

Salah satu temanku Rony namanya, berasal dari daerah Sulawesi, hidup  mengontrak rumah di Malang. Suatu saat dia mendapat rejeki nomplok. Tau-tau dia dapat bagian uang yang cukup besar, katanya itu adalah bagian dari warisan, dan uangnya sudah dikirim.

Dengan rejeki itu dia berminat untuk membeli mobil bekas yang masih bagus, dengan harga sebesar uang yang dimiliki. Karena dia baru tinggal di Kota Malang, akhirnya Rony meminta aku untuk mencarikan mobil Toyota Avanza tahun 2009, karena dia tahu kapasitas dana yang dimiliki hanya bisa untuk beli mobil tersebut.

Karena buta informasi, aku minta bantuan teman lain yang memang pekerjaannya jual beli mobil. Tak lama kemudian lewat telpon, aku memberitahukan bahwa temanku lagi kepingin beli mobil bekas Toyota Avanza tahun 2009. Sekali lagi aku jelaskan bahwa temanku punya dana terbatas, jadi jangan sampai di tawari mobil dengan harga lebih dari dana yang ada.

Setelah sepakat, sore harinya teman penjual mobil datang ke rumahku untuk memperlihatkan mobil yang akan di tawarkan. Aku terkejut, karena mobil yang di bawa adalah Mobil Toyota Avanza tahun 2011. Tanpa menjawab salam aku langsung menanyakan, kenapa kok yang di bawa mobil ini?

Dengan tenang temanku menjawab:

“Aku ingin menjaga nama baikmu.”

Aku tambah bingung dengan jawabannya. Belum selesai aku berpikir dia menambahkan lagi penjelasan secara bertubi-tubi, yang mana setiap penjelasannya itu membuatku semakin tidak mengerti. Pokok inti dari penjelasannya adalah dia ingin menawarkan barang yang sangat bagus. Akhirnya dari pada berpanjang lebar, dengan berat hati aku setuju untuk mencoba menawarkan mobil tersebut.

Selama perjalanan menuju ke rumah Rony, temanku yang satu ini terus tanpa henti mengatakan dia benar-benar ingin menjaga nama baikku, dengan membawa mobil yang lebih bagus. Penjelasan yang membosankan membuat aku ingin loncat dari mobil ini, berlari menjauh berlawanan arah.

Dugaanku ternyata tidak meleset, ternyata Rony kecewa dengan mobil yang aku bawa.

“Kalau mau cari mobil yang lebih baru, aku juga bisa. Masalahnya dana yang aku punya terbatas. Adi aku cari mobil yang sesuai. Masak nggak ngerti?”

Merasa kecewa akhirnya Rony mengakhiri pembicaraan sekalian pertemuan. Dengan alasan ini dan itu, dia minta aku dan temanku pergi dan pesanan mobil yang dia cari juga di batalkan. Aku minta maaf dan sempat menjelaskan bahwa ini semua adalah ulah temanku, aku sudah memberitahukan dengan jelas permintaan Rony. Untung Rony masih bisa memaklumi.

“Kamu tidak perlu menjaga nama baikku. Aku tidak pernah menjagakan nama baikku padamu. Yang aku perlukan mobil dengan harga pesanan Rony.” Kataku dengan kesal.

Yang aneh pikirku adalah ke teguhan prinsip yang di pegang temanku yang satu ini. Dia merasa tidak bersalah, dan tetap menganggap bahwa dia tidak mau mengecewakan aku dan Rony, dengan membawa mobil diatas harga kemampuan dana yang ada.

“Saya rasa aku tidak salah. Aku takut kau kecewa kalau aku bawa mobil murah.” Kata temanku si makelar mobil.

Rabu, 14 Maret 2012

Puisi : Bebek Dan Ayam


Pagi petang bebek  berlari kesana kemari

Beringas gelisah malu dan bingung

Maunya tersinggung tapi tak mampu karena lebih malu

Kenapa bukan dia yang membangunkan Ayam

Tapi Ayam yang berkotek membangunkan Bebek lebih dulu

Tiap pagi Ayam memerahkan wajah Bebek

Tiap pagi Sapi, kambing dan Kuda menertawai Bebek

Tiap pagi Kerbau mempermalukan Bebek

Mencibir sambil mendongakkan kepalanya dan membelakangi

“Kau lebih bodoh dariku” kata kerbau kepada Bebek

Bebek tak tahan mendengar dan melihat semua ini

Berjalan cepat meninggalkan kandang masuk kali

Mencelupkan kepala agak lama berharap mati

Bunuh diri adalah bukan kebiasannya

Masih ada hari lagi

Besok dia akan mencoba lagi

Dia harus bangun lebih pagi

Dia harus yang membangunkan Ayam

Dia tak mau lagi dibangunkan Ayam

Esok hari Bebek bangun terlambat lagi

Tapi dia bangun sendiri

Sejak pagi petang tidak terdengar kotek Ayam

Kambing  dan Sapi serta Kuda tak menertawakan bebek lagi

Kerbau tak membelakangi Bebek lagi

Tapi Bebek tak merasa menang dari Ayam

Sampai Matahari sudah tinggi belum bertemu

Siang hari baru mengerti bahwa Ayam telah mati

Bulu Ayam berserakan ditempat sampah

Dibunuh Majikan yang suka marah

Mungkin juga tersinggung kepada Ayam

Mungkin juga dihina oleh Kerbau.

Senin, 12 Maret 2012

Bulan Purnama


Malam ini suasana langit cerah tanpa sedikitpun awan yang menempel, walau saat ini masih dalam musim hujan. Entah mengapa sejak siang tadi langit tampak bening, bersih  dari awan.

Tiba-tiba sorotan mengkilap cahaya kuning kemerah-merahan dari sebelah timur. Bulan Purnama mengintip lalu muncul keluar menampakkan seluruh cahaya tubuhnya. Dengan bentuk bundar sempurna, bulan tampak segar sehabis mandi cahaya Matahari dibawah sana, cantik sekali.

Tanpa malu-malu Bulan menari telanjang, memamerkan mulus dan putih  tubuhnya. Menarik perhatian setiap mata di bumi, walau dia berada disudut timur angkasa. Warnamu kuning mengkilap diantara hitam gelap angkasa raya, mendominasi warna langit. Saat ini engkau menjadi Mata Langit.

Semua mata melihatmu disertai dengan seribu pertanyaan mengikuti:

“Ada apakah didalam hatimu itu?”

“Bagaimanakah rasanya ada didekatmu?”

Wajahmu menggambarkan kesan kasih, tenang dan teduh. Sinarmu terang tapi tidak panas. Semua mata sanggup berlama-lama menatapmu. Semua orang senang bermain mata denganmu, karena kerlinganmu menggoda. Baru aku mengerti ternyata awan malam ini malu mengotori kulitmu.

Banyak kecantikan di wujudkan denganmmu, tak sempurna kecantikan bila tidak disejajarkan padamu. Engkaulah lambang kecantikan. Bintang-bintang cemburu padamu, dengan berat hati mereka menjauh darimu.

Kadang engkau bermain-main dilangit siang hari. Malu menampakkan diri takut kepada Matahari. Janganlah! Tidak usah, engkau bernafsu ingin juga menguasai langit siang hari, walau wajahmu tetap cantik disiang hari.

Aku menatapmu tanpa berkedip, kukeluhkan kepadamu semua yang ada dihatiku. Lewat mataku, semua harapan kusampaikan padamu. Tanpa malu kuceritakan semua penderitaanku, karena aku tahu engkau sanggup memegang rahasia ini. Sinarmu membuat aku semakin menikmati curhat ini.

Kurasakan wajahmu semakin dekat denganku. Engkau melihatku tajam, seakan mengerti semua apa yang kumaksudkan. Matamu berkaca-kaca, hampir-hampir meneteskan airmata. Kau tampak sangat kasihan sekali padaku, sorot cahayamu masuk menembus sela-sela hatiku. Aku merasakan tanganmu membelai-belai rambutku. Menenangkan hati dan jiwaku.

Tanpa suara, tanpa bisikan engkau menjelaskan semua dengan detail Engkau nasehati aku bagaimana seharusnya menghadapi semua ini. Keteranganmu benar-benar mudah dimengerti, semua masalahku engkau tunjukan jalan keluarnya dengan jelas.

Terima kasih Bulan Purnama:

Engkaulah Ibuku
Engkaulah Guruku
dan
Engkaulah Sahabatku

Selasa, 06 Maret 2012

Cerita Mini


Posting kali ini aku mencoba buat Cermin - Cerita Mini.

Dingin Puncak Gunung Semeru

Minggu pagi kita jalan-jalan, dipinggir sungai yang panjang dan lurus. Menikmati udara segar dan bersih serta sejuk.

Gandengan tangan tidak cukup menghalau tiupan angin dingin, rangkulan adalah cara yang lebih baik untuk meningkatkan kehangatan, tapi sering kita lepas bila berpapasan dengan orang lain yang sedang berolah raga.

Suasana yang indah dan sunyi ini melancarkan untaian kata-kata gombal yang meluncur deras dari mulutku. Sembari kuanggap sebagai cara lain untuk mengundang kehangatan.

Kau tampak asyik mendengar ceritaku, tanpa perlu menyelidiki terlebih dahulu. Kepalamu manggut-manggut tanda kagum, dan senyum yang kau tebarkan mengesankan, kau terpesona padaku.

Kekagumanmu padaku semakin membuatku berlebihan. Kata-kataku menjadi tidak terkontrol, cerita-cerita bohong yang aku lontarkan bertambah lebar dan luas.

Sekali-kali kau menoleh tepat kewajahku, lalu menggeleng-geleng kepalamu, seakan tak percaya dan hampir kau mau mengatakan, aku  ini sangat hebat.

Kekagumanmu padaku membuatmu lupa pada dinginnya angin pagi, yang bertiup berlawanan dengan arah jalan kita. Sebaliknya aku, kekhawatiran akan kebohongan kata-kataku menjadikan aku semakin kedinginan. Aku merasa seperti berada didalam kulkas yang diletakkan dikutub.

“Luar biasa, masak Mas?” Katamu, matamu melebar agak melotot, sambil tetap kita melanjutkan jalan-jalan pelan.

“Ya, aku tahan dinginnya puncak Gunung Semeru malam hari, dengan baju yang basah kena hujan, tanpa jacket” Kataku, ngawur.

Kau berhenti dari berjalan, menghadap aku, dan dengan sikap terheran-heran, kau bertanya:

“Mas dipuncak Gunung Semeru?, malam hari? dengan baju basah?, tanpa jacket lagi?”

“Bener nih Mas?” Katamu mulai menyelidik, mulai tak percaya.

Aku mulai menyesal kenapa aku harus bohong, sebenarnya aku takut kehilangan kekagumanmu padaku, aku terjebak dengan ceritaku sendiri.

Puncak Gunung Semeru sangat lah dingin sekali, apalagi dengan situasi dan kondisi yang aku ceritakan itu. Aku tahu kau pernah ke puncak Gunung Semeru, jadi kau bisa membayangkan keadaan itu.

“Waashyiiich….!? “ Tiba-tiba aku bersin berkali-kali, karena tak tahan dengan dingin pagi ini. Maka dengan sangat terpaksa aku berkata:

“Yanti, kita pulang naik Angkot yuk? Aku nggak kuat dingin, kakiku linu.”