Jumat, 02 Maret 2012

Penantian


Aku duduk dibangku panjang Ruang Tunggu sebuah bangunan yang paling di benci oleh semua orang, Rumah Sakit. Bangunan yang hanya dikunjungi bila terpaksa.

Tak terasa sudah beberapa hari aku duduk di bangku ini, juga kadang di bangku yang itu, didepanku. Ruangan yang bersih sunyi dan rapih namun tidak menjadikanku nyaman dan kerasan.

Aku hanya duduk di bangku panjang ini, pekerjaanku hanya menanti harapan. Menanti berita, baik atau buruk.

Beberapa keluarga juga dalam suasana penantian yang tak pasti. Ada yang duduk, ada yang berdiri dan ada juga yang berjalan kesana kemari, bahkan ada juga yang tidur, mengganti waktu tidur tadi malam yang hilang.

Semua yang mereka lakukan termasuk aku, hanya berusaha menarik-narik waktu agar maju kedepan lebih dekat memberi kepastian. Dengan mata kusut karena terlalu banyak menangis.

Didalam Ruang ICCU, diantara beberapa tempat tidur, tergeletak tak berdaya, seseorang yang sangat dekat denganku. Dia dalam posisi terbaring tidur, tapi bukan tidur karena mengantuk.

Dia terbujur lemah pasrah pada dokter, pasrah pada doa-doa keluarga dan yang pasti dia pasrah pada takdir.

Aku dan semua keluarga hanya bisa melihat lewat cendela kaca tebal. Tak bisa mengajaknya bicara, tak bisa menghiburnya dengan cerita-cerita lucu dan tak bisa mencoba meringankan sakitnya dengan memijit-mijit.

Seperangkat alat kedokteran menutupi sebagian besar tubuhnya, mencoba membantu untuk bernapas, mencoba mengurangi rasa sakit dan juga penderitaannya.

Dokter dan suster keluar masuk ruangan khusus, hanya untuk menunjukkan rasa simpati, dan terlihat sibuk. Tanpa bisa meghasilkan apa-apa, bahkan untuk membuat orang itu bergerakpun tidak.

Seminggu telah lewat, waktu yang sangat sia-sia dalam upaya penyembuhan. Waktu yang hanya digunakan oeh suster untuk menutup tabir cendela, lalu membukanya dan kemudian menutupnya lagi.

Akhirnya, berita yang paling tidak aku dan seluruh keluarga harapkan tiba, berita yang mengakhiri semua penantian kami. Berita yang menutup semua penantian yang tidak pasti.

 “Selamat tinggal kawan, selamat tinggal saudara”

Akhirnya kamu benar-benar tidak merasakan sakit lagi. Kamu bisa lebih tenang lagi kini. Apakah yang lebih bahagia selain dari disisi Allah.

1 komentar: