Aku duduk dibangku panjang Ruang Tunggu
sebuah bangunan yang paling di benci oleh semua orang, Rumah Sakit. Bangunan
yang hanya dikunjungi bila terpaksa.
Tak terasa sudah beberapa hari aku
duduk di bangku ini, juga kadang di bangku yang itu, didepanku. Ruangan yang
bersih sunyi dan rapih namun tidak menjadikanku nyaman dan kerasan.
Aku hanya duduk di bangku panjang ini, pekerjaanku
hanya menanti harapan. Menanti berita, baik atau buruk.
Beberapa keluarga juga dalam suasana penantian
yang tak pasti. Ada yang duduk, ada yang berdiri dan ada juga yang berjalan
kesana kemari, bahkan ada juga yang tidur, mengganti waktu tidur tadi malam
yang hilang.
Semua yang mereka lakukan termasuk aku,
hanya berusaha menarik-narik waktu agar maju kedepan lebih dekat memberi kepastian.
Dengan mata kusut karena terlalu banyak menangis.
Didalam Ruang ICCU, diantara beberapa
tempat tidur, tergeletak tak berdaya, seseorang yang sangat dekat denganku. Dia
dalam posisi terbaring tidur, tapi bukan tidur karena mengantuk.
Dia terbujur lemah pasrah pada dokter,
pasrah pada doa-doa keluarga dan yang pasti dia pasrah pada takdir.
Aku dan semua keluarga hanya bisa
melihat lewat cendela kaca tebal. Tak bisa mengajaknya bicara, tak bisa
menghiburnya dengan cerita-cerita lucu dan tak bisa mencoba meringankan sakitnya
dengan memijit-mijit.
Seperangkat alat kedokteran menutupi
sebagian besar tubuhnya, mencoba membantu untuk bernapas, mencoba mengurangi
rasa sakit dan juga penderitaannya.
Dokter dan suster keluar masuk ruangan
khusus, hanya untuk menunjukkan rasa simpati, dan terlihat sibuk. Tanpa bisa meghasilkan
apa-apa, bahkan untuk membuat orang itu bergerakpun tidak.
Seminggu telah lewat, waktu yang sangat
sia-sia dalam upaya penyembuhan. Waktu yang hanya digunakan oeh suster untuk menutup
tabir cendela, lalu membukanya dan kemudian menutupnya lagi.
Akhirnya, berita yang paling tidak aku
dan seluruh keluarga harapkan tiba, berita yang mengakhiri semua penantian
kami. Berita yang menutup semua penantian yang tidak pasti.
“Selamat
tinggal kawan, selamat tinggal saudara”
Akhirnya kamu benar-benar tidak merasakan sakit lagi. Kamu bisa lebih tenang lagi kini. Apakah yang lebih bahagia selain dari disisi Allah.
Innalillahi wa Inna Ilaihi Roji'un
BalasHapus