Suasana pagi ini mengingatkan aku pada
masa kecilku. Suasana dingin karena cuaca mulai memasuki Musim kemarau, dimana
biasanya pada saat-saat seperti ini aku mulai merencanakan untuk bepergian
mendaki gunung. Bagiku masa-masa kecil adalah masa yang sangat membahagiakan.
Masa dimana aku tidak memikirkan lagi yang namanya beban hidup. Yang ada
dipikiranku hanyalah main dan kemudian main lagi. Sulit untuk
melupakan kenangan masa kecil, kenangan yang terlalu mahal untuk di lupakan.
Hari-hari hanya aku isi dengan main.
Sebelum tidur aku merasa tidak puas, dengan permainan hari ini, maka besok aku
harus punya acara permainan yang lebih seru. Lalu malam berikutnya, sebelum
tidur lagi-lagi aku tidak puas dengan permainan hari itu, maka besok di
rencanakan lagi permainan yang lebih seru, begitu seterusnya. Permainan hari
ini lebih seru dari hari kemarin. Lalu bagaimana akhirnya aku harus jadi
seperti ini sekarang. Seharusnya sekarang ini aku lebih bahagia dari masa
kecilku. Tapi kenyataannya kok malah jauh sekali dengan masa kecilku dulu.
Aku tidak tau kapan mulainya ada
perubahan kenikmatan bermain. Kalau di urut sejak kecil sampai masa kawinku.
Seingatku sejak kecil sampai sekarang tidak ada kejadian yang sangat luar
biasa, sehingga bisa merubah arah kesenangan bermain. Sejak kecil sampai aku
memasuki masa perkawinan, aku tetap berada di kota yang sama. Jadi seharusnya
pola mainku tidak berubah, karena kebanyakan teman bermainku juga masih banyak
yang tidak berpindah tempat.
Yang pasti aku tidak akan mampu
memikirkannya, atau menganalisa secara detail, kenapa bisa jadi seperti ini.
Mungkin memang inilah skenario Allah, bagaimana kita menjalani berbagai macam
kehidupan, dengan tidak terlalu merasakan perubahan secara drastis. Walaupun
mungkin ada orang lain yang sepertinya mengalami suatu kejadian yang bisa di
katakan sangat tragis, tapi setelah melewati waktu yang relatif lama, maka
kejadian tragis itu hanya akan menjadi kenangan.
Kalau di ambil contoh kejadian yang
dialami oleh orang tuaku. Atau orang yang hidup selama kurun waktu sejak tahun
1930 sampai dengan tahun 1980. Tentu akan mengalami banyak sekali
kejadian-kejadian yang sangat tragis. Apalagi bila orang tersebut ikut terlibat
dalam kancah pergolakan. Dampak yang mungkin di alami adalah, tewas atau
hilangnya anggota keluarga, akibat adanya masa peperangan atau
pergerakan-pergerakan militer lainnya.
Seharusnya seorang yang terlibat atau
menerima dampak dari kejadian tragis, akan mengalami traumatik. Tapi saat ini
bila kita tanyakan kepada orang-orang tersebut, maka mereka akan dengan enaknya
bercerita, tanpa merasa terbebani. Kebanyakan orang stres selama mengalami
kejadian luar biasa, akan menjadi tenang
kembali setelah melalui waktu yang cukup lama. Jadi memang waktu itu ternyata
bisa menghapus kesan apapun. Baik kejadian yang positip maupun yang negatip.
Kadang ada juga orang yang tetap tidak bisa melupakan kejadian masa lalu. Untuk
kasus khusus ada juga orang yang masih tetap stres, selama waktu yang sangat
lama, setelah mengalami kejadian luar biasa.
Kembali ke masalah masa kecilku.
Bukankah sebenarnya aku sangat suka dengan pola bermainku pada waktu kecil, dan
tentu aku tidak ingin rasa senangku itu di ganti dengan yang lainnya, apalagi
di ganti dengan sesuatu yang tidak menyenangkan.
Waktu itu juga aku sama sekali
tidak merasa jenuh dengan kegiatan bermainku. Tidak ada sama sekali terpikir
olehku untuk berganti dari bermain ke yang lainnya. Misalnya ada ke inginan
untuk memulai bekerja, supaya bisa punya penghasilan, supaya bisa punya uang
sendiri. Padahal dengan uang itu bisa untuk pergi kemana saja, atau untuk
membeli apa saja yang di inginkan. Tidak, sama sekali aku tidak ingin bekerja,
aku hanya ingin bermain dengan teman-temanku.
Keinginan untuk mulai bekerja, aku
rasakan ketika kuliah di ITS Surabaya. Waktu itu keadaanku agak pas-pasan,
sehingga mulai timbul keinginan untuk punya penghasilan, keinginan untuk punya
uang dari hasil keringat sendiri. Keinginan itu memang timbul akibat adanya
keterpaksaan, keadaan yang memaksa aku untuk mulai berpikir mandiri. Aku sudah
tidak bisa lagi mengandalkan orang tua, untuk memenuhi kebutuhanku. Apalagi
tinggal di kota besar seperti Surabaya, kebutuhan hidup pasti lebih besar,
sedang peluang untuk mendapatkan penghasilan lebih besar dari pada di kota
kecil asal mulaku.
Ternyata dari ke inginanku untuk punya penghasilan sendiri itulah, yang menghancurkan kuliahku. Fokus pikiranku hanya bagaimana aku bisa punya penghasilan sendiri. Menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan diluar berarti mengorbankan tugas-tugas kuliah. Akhirnya banyak tugas-tugas yang tidak terselesaikan, hanya karena lebih mementingkan pekerjaan.
Karena
kesalahanku itulah akhirnya semua jadi berantakan, baik kuliahku maupun
pekerjaanku jadi tidak tertangani dengan baik. Aku tidak mendapatkan keduanya,
kuliahku berakhir dengan DO dan pekerjaan juga terbengkalai.
Setelah itu perjalanan hidupku jadi tidak mempunyai arah yang pasti. Kadang aku lama tinggal di kota kelahiranku, tapi juga sering tinggal di kota-kota lain dalam waktu yang cukup lama. Tidak ada pekerjaan khusus yang aku seriusi atau tekuni untuk bisa di pakai sebagai pekerjaan tetap. Kebiasaan seperti ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Waktu yang berjalan demikian cepat dan tidak terasa, seperti angin lewat begitu saja. Aku sadar ketika tiba waktunya bagiku untuk memasuki masa untuk berumah tangga. Ternyata aku lewatkan waktu yang lama itu dengan sia-sia. Usiaku sudah mencapai kepala tiga.
Gadis pilihanku tinggal di kota yang
sama, menjadi semakin kuat bagiku untuk tidak meninggalkan kota kecilku ini.
Apalagi aku mulai merintis untuk meneruskan pekerjaan ayahku. Pekerjaan yang sejak awal sulit untuk
di kembangkan, karena kurangnya modal dan langkahnya pekerja tehnisinya serta
ketatnya persaingan yang tidak sehat. Pekerjaan itu aku tekuni hanya untuk
menjalani kewajiban, dari pada tidak ada yang bisa dikerjakan.
Setelah kedua orang tuaku tidak ada,
aku sudah tidak terlalu terikat dan sedikit punya kebebasan. Artinya aku tidak
perlu lagi tinggal di rumah untuk menjaga atau merawat ayahku. Aku bisa memulai
bekerja dimana saja. Istri dan anak-anakku tidak terlalu masalah bila di
tinggal pergi untuk urusan kerja, ketempat jauh dalam waktu agak lama. Walaupun
aku banyak merintis pekerjaan di luar kota, tapi sebenarnya aku lebih banyak
tinggal di kotaku sendiri.
Begitu juga dengan berbagai macam
perubahan keadaanku, dari satu rumah pindah kerumah yang lain. Mulanya kontrak
di satu rumah, akhirnya aku bisa memiliki rumah sendiri, walau cukup sederhana.
Tapi karena satu dan lain hal, akhirnya rumah itupun harus terpaksa di jual.
Hasil penjualannya di pakai untuk tambahan membangun rumah lain dari sebuah
tanah kosong. Tapi dari situlah awal keberangkatan menuju kepada keadaanku yang
sekarang ini. Berbagai macam kejadian yang menyebabkan terjadinya perubahan drastis,
yang terjadi pada keluargaku.
Sekarang ini aku hanya bisa menyesali
mengapa aku kurang jeli melihat keadaanku. Mengapa aku tidak bekerja keras,
menekuni satu pekerjaan sampai tuntas, walaupun aku tidak menyukainya. Jika di
bandingkan antara aku dan teman-teman sekolahku, sungguh sangat jauh, mereka
sudah banyak yang sukses dalam artian secara materi mereka sudah cukup mapan.
Sekarang semua sudah terlanjur, sudah
tidak perlu lagi di sesali. Masih ada yang bisa aku kerjakan, misalnya munulis
seperti ini, mungkin suatu saat bisa di pakai sebagai bagian untuk mencari
penghasilan. Aku hanya bisa meyakini ini semua tidak bisa di lepaskan dari
adanya takdir dari Yang Maha Kuasa. Aku anggap Allah sudah menentukan aku
seperti ini, jadi bagaimana aku seharusnya bersikap dalam menerima kenyataan
ini.
Pekerjaan sebagai penulis ini
sebenarnya cukup prospektif, asal di kerjakan dengan benar, tepat dan tekun
serta bekerja keras. Jika aku menanganinya seperti pekerjaan-pekerjaanku yang
lalu, tentu ini akan menjadi sia-sia juga. Modal dari pekerjaan ini sebenarnya
adalah suka membaca, dan itu sudah aku miliki sejak dulu, walaupun tidak
terlalu banyak buku yang aku baca. Sedang modal yang lain adalah niat dan
bekerja denga keras, itu yang nampaknya kurang aku miliki.
Sebenarnya keadaanku dan suasana yang lain sudah mendukung aku untuk menekuni pekerjaan ini. Ditambah dengan fasilitas Internet, yang banyak membantu aku dalam pekerjaan ini. Semua yang aku perlukan berhubungan dengan pekerjaanku sebagai penulis, tersedia berlimpah ruah di internet. Mudah-mudahan apa yang aku usahakan kali ini tidak menemui kegagalan. Aku tidak berhayal untuk bisa menjadi penulis yang terkenal, atau apalagi yang sangat terkenal. Bagiku bila karyaku bisa menghasilkan uang, itu sudah merupakan kesuksesan yang luar biasa. Insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar