Senin, 14 Oktober 2013

Perjalanan Bisnisku



Suasana pagi ini mengingatkan aku pada masa kecilku. Suasana dingin karena cuaca mulai memasuki Musim kemarau, dimana biasanya pada saat-saat seperti ini aku mulai merencanakan untuk bepergian mendaki gunung. Bagiku masa-masa kecil adalah masa yang sangat membahagiakan. Masa dimana aku tidak memikirkan lagi yang namanya beban hidup. Yang ada dipikiranku hanyalah main dan kemudian main lagi. Sulit untuk melupakan kenangan masa kecil, kenangan yang terlalu mahal untuk di lupakan.

Hari-hari hanya aku isi dengan main. Sebelum tidur aku merasa tidak puas, dengan permainan hari ini, maka besok aku harus punya acara permainan yang lebih seru. Lalu malam berikutnya, sebelum tidur lagi-lagi aku tidak puas dengan permainan hari itu, maka besok di rencanakan lagi permainan yang lebih seru, begitu seterusnya. Permainan hari ini lebih seru dari hari kemarin. Lalu bagaimana akhirnya aku harus jadi seperti ini sekarang. Seharusnya sekarang ini aku lebih bahagia dari masa kecilku. Tapi kenyataannya kok malah jauh sekali dengan masa kecilku dulu.

Aku tidak tau kapan mulainya ada perubahan kenikmatan bermain. Kalau di urut sejak kecil sampai masa kawinku. Seingatku sejak kecil sampai sekarang tidak ada kejadian yang sangat luar biasa, sehingga bisa merubah arah kesenangan bermain. Sejak kecil sampai aku memasuki masa perkawinan, aku tetap berada di kota yang sama. Jadi seharusnya pola mainku tidak berubah, karena kebanyakan teman bermainku juga masih banyak yang tidak berpindah tempat.

Yang pasti aku tidak akan mampu memikirkannya, atau menganalisa secara detail, kenapa bisa jadi seperti ini. Mungkin memang inilah skenario Allah, bagaimana kita menjalani berbagai macam kehidupan, dengan tidak terlalu merasakan perubahan secara drastis. Walaupun mungkin ada orang lain yang sepertinya mengalami suatu kejadian yang bisa di katakan sangat tragis, tapi setelah melewati waktu yang relatif lama, maka kejadian tragis itu hanya akan menjadi kenangan.

Kalau di ambil contoh kejadian yang dialami oleh orang tuaku. Atau orang yang hidup selama kurun waktu sejak tahun 1930 sampai dengan tahun 1980. Tentu akan mengalami banyak sekali kejadian-kejadian yang sangat tragis. Apalagi bila orang tersebut ikut terlibat dalam kancah pergolakan. Dampak yang mungkin di alami adalah, tewas atau hilangnya anggota keluarga, akibat adanya masa peperangan atau pergerakan-pergerakan militer lainnya.

Seharusnya seorang yang terlibat atau menerima dampak dari kejadian tragis, akan mengalami traumatik. Tapi saat ini bila kita tanyakan kepada orang-orang tersebut, maka mereka akan dengan enaknya bercerita, tanpa merasa terbebani. Kebanyakan orang stres selama mengalami kejadian luar biasa,  akan menjadi tenang kembali setelah melalui waktu yang cukup lama. Jadi memang waktu itu ternyata bisa menghapus kesan apapun. Baik kejadian yang positip maupun yang negatip. 

Kadang ada juga orang yang tetap tidak bisa melupakan kejadian masa lalu. Untuk kasus khusus ada juga orang yang masih tetap stres, selama waktu yang sangat lama, setelah mengalami kejadian luar biasa.

Kembali ke masalah masa kecilku. Bukankah sebenarnya aku sangat suka dengan pola bermainku pada waktu kecil, dan tentu aku tidak ingin rasa senangku itu di ganti dengan yang lainnya, apalagi di ganti dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. 

Waktu itu juga aku sama sekali tidak merasa jenuh dengan kegiatan bermainku. Tidak ada sama sekali terpikir olehku untuk berganti dari bermain ke yang lainnya. Misalnya ada ke inginan untuk memulai bekerja, supaya bisa punya penghasilan, supaya bisa punya uang sendiri. Padahal dengan uang itu bisa untuk pergi kemana saja, atau untuk membeli apa saja yang di inginkan. Tidak, sama sekali aku tidak ingin bekerja, aku hanya ingin bermain dengan teman-temanku.

Keinginan untuk mulai bekerja, aku rasakan ketika kuliah di ITS Surabaya. Waktu itu keadaanku agak pas-pasan, sehingga mulai timbul keinginan untuk punya penghasilan, keinginan untuk punya uang dari hasil keringat sendiri. Keinginan itu memang timbul akibat adanya keterpaksaan, keadaan yang memaksa aku untuk mulai berpikir mandiri. Aku sudah tidak bisa lagi mengandalkan orang tua, untuk memenuhi kebutuhanku. Apalagi tinggal di kota besar seperti Surabaya, kebutuhan hidup pasti lebih besar, sedang peluang untuk mendapatkan penghasilan lebih besar dari pada di kota kecil asal mulaku.


Ternyata dari ke inginanku untuk punya penghasilan sendiri itulah, yang menghancurkan kuliahku. Fokus pikiranku hanya bagaimana aku bisa punya penghasilan sendiri. Menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan diluar berarti mengorbankan tugas-tugas kuliah. Akhirnya banyak tugas-tugas yang tidak terselesaikan, hanya karena lebih mementingkan pekerjaan. 


Karena kesalahanku itulah akhirnya semua jadi berantakan, baik kuliahku maupun pekerjaanku jadi tidak tertangani dengan baik. Aku tidak mendapatkan keduanya, kuliahku berakhir dengan DO dan pekerjaan juga terbengkalai.


Setelah itu perjalanan hidupku jadi tidak mempunyai arah yang pasti. Kadang aku lama tinggal di kota kelahiranku, tapi juga sering tinggal di kota-kota lain dalam waktu yang cukup lama. Tidak ada pekerjaan khusus yang aku seriusi atau tekuni untuk bisa di pakai sebagai pekerjaan tetap. Kebiasaan seperti ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Waktu yang berjalan demikian cepat dan tidak terasa, seperti angin lewat begitu saja. Aku sadar ketika tiba waktunya bagiku untuk memasuki masa untuk berumah tangga. Ternyata aku lewatkan waktu yang lama itu dengan sia-sia. Usiaku sudah mencapai kepala tiga.


Gadis pilihanku tinggal di kota yang sama, menjadi semakin kuat bagiku untuk tidak meninggalkan kota kecilku ini. Apalagi aku mulai merintis untuk meneruskan pekerjaan  ayahku. Pekerjaan yang sejak awal sulit untuk di kembangkan, karena kurangnya modal dan langkahnya pekerja tehnisinya serta ketatnya persaingan yang tidak sehat. Pekerjaan itu aku tekuni hanya untuk menjalani kewajiban, dari pada tidak ada yang bisa dikerjakan.


Setelah kedua orang tuaku tidak ada, aku sudah tidak terlalu terikat dan sedikit punya kebebasan. Artinya aku tidak perlu lagi tinggal di rumah untuk menjaga atau merawat ayahku. Aku bisa memulai bekerja dimana saja. Istri dan anak-anakku tidak terlalu masalah bila di tinggal pergi untuk urusan kerja, ketempat jauh dalam waktu agak lama. Walaupun aku banyak merintis pekerjaan di luar kota, tapi sebenarnya aku lebih banyak tinggal di kotaku sendiri.


Begitu juga dengan berbagai macam perubahan keadaanku, dari satu rumah pindah kerumah yang lain. Mulanya kontrak di satu rumah, akhirnya aku bisa memiliki rumah sendiri, walau cukup sederhana. Tapi karena satu dan lain hal, akhirnya rumah itupun harus terpaksa di jual. Hasil penjualannya di pakai untuk tambahan membangun rumah lain dari sebuah tanah kosong. Tapi dari situlah awal keberangkatan menuju kepada keadaanku yang sekarang ini. Berbagai macam kejadian yang menyebabkan terjadinya perubahan drastis, yang terjadi pada keluargaku.


Sekarang ini aku hanya bisa menyesali mengapa aku kurang jeli melihat keadaanku. Mengapa aku tidak bekerja keras, menekuni satu pekerjaan sampai tuntas, walaupun aku tidak menyukainya. Jika di bandingkan antara aku dan teman-teman sekolahku, sungguh sangat jauh, mereka sudah banyak yang sukses dalam artian secara materi mereka sudah cukup mapan.


Sekarang semua sudah terlanjur, sudah tidak perlu lagi di sesali. Masih ada yang bisa aku kerjakan, misalnya munulis seperti ini, mungkin suatu saat bisa di pakai sebagai bagian untuk mencari penghasilan. Aku hanya bisa meyakini ini semua tidak bisa di lepaskan dari adanya takdir dari Yang Maha Kuasa. Aku anggap Allah sudah menentukan aku seperti ini, jadi bagaimana aku seharusnya bersikap dalam menerima kenyataan ini.


Pekerjaan sebagai penulis ini sebenarnya cukup prospektif, asal di kerjakan dengan benar, tepat dan tekun serta bekerja keras. Jika aku menanganinya seperti pekerjaan-pekerjaanku yang lalu, tentu ini akan menjadi sia-sia juga. Modal dari pekerjaan ini sebenarnya adalah suka membaca, dan itu sudah aku miliki sejak dulu, walaupun tidak terlalu banyak buku yang aku baca. Sedang modal yang lain adalah niat dan bekerja denga keras, itu yang nampaknya kurang aku miliki.


Sebenarnya keadaanku dan suasana yang lain sudah mendukung aku untuk menekuni pekerjaan ini. Ditambah dengan fasilitas Internet, yang banyak membantu aku dalam pekerjaan ini. Semua yang aku perlukan berhubungan dengan pekerjaanku sebagai penulis, tersedia berlimpah ruah di internet. Mudah-mudahan apa yang aku usahakan kali ini tidak menemui kegagalan. Aku tidak berhayal untuk bisa menjadi penulis yang terkenal, atau apalagi yang sangat terkenal. Bagiku bila karyaku bisa menghasilkan uang, itu sudah merupakan kesuksesan yang luar biasa. Insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar