Pada suatu saat Kakak perempuanku
meminta tolong padaku, untuk membuatkan format undangan, yang akan di gunakan
untuk acara lamaran putrinya minggu depan. Undangan yang di maksud bukan
seperti undangan pada umumnya. Tapi model undangan yang hanya selembar kertas
Folio, yang kemudian di perbanyak melalui fotocopy. Undangan berbentuk satu
lembar itu nantinya di lipat, yang permukaannya menunjukkan nama dan alamat
yang di undang.
Aku tidak keberatan sama sekali dalam
hal ini, dan membantu kakak merupakan suatu kewajiban bagiku. Apalagi pekerjaan
itu sama sekali tidak merepotkan aku. Hanya saja yang menjadi pokok persoalan
bagiku adalah putra kakakku, yang saat ini duduk dibangku SMA kelas Tiga,
jurusan IPA lagi. Yang mana seharusnya siswa yang masuk dalam jurusan itu,
adalah menandakan siswa itu pandai. Yang pasti keponakan saya itu cukup pandai
dalam bidang Computer.
Setelah pembuatan format undangan
selesai, dan juga sudah aku perbanyak dengan Fotocopy sesuai yang di minta. Aku
langsung menemui Kakak-ku dan menyampaikan, bahwa untuk selanjutnya aku tidak
bisa lagi mau membantu dalam urusan perkawinan putrinya. Kakak ku nampak
keheranan dengan pernyataanku. Lalu aku minta waktu sebentar untuk duduk
bersama dengannya, kemudian menjelaskan maksudku.
Aku ingatkan kepadanya, ketika acara
perkawinan Kakak ku Dua Puluh Empat tahun yang lalu. Siapa saja yang bekerja
untuk mengatasi semua keperluan acara perkawinnan itu? Hanya aku. Ya hanya aku
yang mengatasi semua keperluan perkawinan mulai dari awal sampai acara selesai,
dan mengembalikan semua alat-alat dan perlengkapan yang di sewa, maupun dari
tempat lain. Padahal waktu itu aku baru duduk di bangku sekolah kelas Dua SMP.
Keadaan waktu itu tidak seperti
sekarang, yang serba modern dan komputer ini. Semuanya harus di urus
sendiri-sendiri dan ke tempat yang berbeda. Tidak seperti sekarang. Satu kantor
Persewaan Keperluan Perkawinan dan Pesta atau yang namanya Event Organiser
(EO), sudah bisa melayani semua keperluan pesta berikut tenaga pelayanannya.
Aku yang mengurus dalam pembuatan
undangan, yang mendisain format undangan dan memesan pada percetakan. Undanga
yang di pesan ada tiga macam, yaitu untuk undangan acara lamaran maupun
undangan nikah dan undangan resepsi. Menuliskan siapa saja yang di undang, dan
dari kota mana saja. Begitu juga dengan pendistribusian undangan untuk berbagai
macam kota. Semua itu aku yang menyelesaikan dengan tuntas dan tepat waktu.
Untuk keperluan konsumsi seperti
piring, sendok, mangkok, panci dan gelas. Terop dan kursi lipat serta sound
sistem, aku pesankan di satu tempat persewaan alat perkawinnan yang
sama. Hal ini harus di lakukan sejak jauh-jauh hari, karena jika bertepatan
waktunya dengan acara orang lain, maka kantor itu sudah tidak bisa melayani aku
lagi. Padahal kantor ini adalah satu-satunya di kota ku.
Urusan Birokrasi waktu itu juga tidak
mudah, selain ijin mengadakan pesta di kelurahan dan Muspika, dan juga ijin PLN
untuk membuka pembatasan penggunaan listrik. Serta sejumlah per ijinan ke
beberapa instansi. Semuanya aku selesaikan dengan rapih dan lancar.
Pada saat hari H nya, seperti pemesanan
hiasan Kuade dan tetek bengek yang berhubungan dengan keperluan hiasan Tempat
Duduk Kemanten. Harus di pesankan ke orang yang memang sudah ahlinya, dan
tidak bertepatan dengan acara perkawinan orang lain. Begitu juga dengan tukang
rias kemanten berikut dengan pakaian nya.
Pada saat acara aku juga yang mengatur
tempat duduk, berikut sebagai terima tamu dan menempatkan tamu yang mana duduk
dimana. Untuk orang-orang tua dan tokoh masyarkat atau ulama, punya tempat
duduk khusus. Begitu juga pada saat pembagian konsumsi, harus tahu yang mana
harus di dahulukan. Alhamdulillah semua bisa aku atur dengan lancar.
Sampai acara perkawinan selesai,
pengawasan dan pengecekan barang perlengkapan yang akan di kembalikan, juga
tidak luput dari pengawasanku. Dan acara selesai dengan semuanya kembali pada
tempatnya lagi, tanpa ada masalah yang serius.
Sebenarnya aku sendiri heran, bagaimana
aku bisa menyelesaikan urusan ini sendirian? Padahal waktu itu aku masih
relatif muda. Ternyata yang bisa aku simpulkan adalah, jika kita mau maka
semuanya bisa kita atasi. Apalagi pada jaman sekarang yang serba lengkap, cepat
dan modern.
Begitu juga maksudku terhadap
keponakanku, putra kakak ku. Kalau dia tidak mau mengupayakan sendiri, maka
akan sampai kapan dia bisa mandiri? Jika di biarkan terus menerus sifat
ketergantungan kepada orang tua, maka selamanya dia akan meminta bantuan orang
tua dalam urusan nya sendiri.
Dalam hal ini aku baru sadar, betapa
tepatnya cara mendidik Ayah terhadap ku. Aku sekarang benar benar merasakan
manfaat dari cara mendidik Ayah. Terima kasih sekali Ayah. Bagi Ayahku tidak ada
kamus yang namanya “Tidak Bisa.”
Semuanya menjadi “Harus Bisa” dalam segala hal.
Memang rasanya waktu itu aku menganggap
Ayahku terlalu keras terhadapku. Jika ada urusan yang aku tidak bisa
menyelesaikan, maka akan sangat marah sekali Ayah. Lalu aku akan segera di
suruh melanjutkan pekerjaan atau urusan itu sampai tuntas. Urusan tidak akan
berhenti di kerjakan sebelum semuanya sudah beres.
Jika di bandingkan cara mendidik orang
tua jaman dahulu dengan orang tua jaman sekarang, tentu sangat berbeda sekali.
Orang tua dulu cenderung keras dan memaksakan serta tidak mau tahu dengan
kegagalan. Kalau di lihat hasilnya, maka anak-anaknya mempunyai kemampuan Kemandirian
yang lebih tinggi.
Sedang orang tua jaman sekarang lebih
luwes dan cenderung memanjakan kepada anak, terlalu toleran terhadap ketidak
mampuan anak. Sehingga anak-anak sekarang kurang dalam hal Kemandirian
nya. Sering putus asa dan merasa tidak mampu, dalam menyelesaikan berbagai
masalah. Lalu sering melakukan kesalahan dalam memutuskan suatu perkara atau masalah.
“Jadi Kakak harus memerintah anakmu
untuk membantu.” Kataku.
“Percuma, aku sudah capek
menyuruhnya. Dia tidak pernah bisa di suruh.” Kata Kakak ku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar