Kamis, 03 Oktober 2013

Cara Mendidik Orang Tua Dulu



Pada suatu saat Kakak perempuanku meminta tolong padaku, untuk membuatkan format undangan, yang akan di gunakan untuk acara lamaran putrinya minggu depan. Undangan yang di maksud bukan seperti undangan pada umumnya. Tapi model undangan yang hanya selembar kertas Folio, yang kemudian di perbanyak melalui fotocopy. Undangan berbentuk satu lembar itu nantinya di lipat, yang permukaannya menunjukkan nama dan alamat yang di undang.

Aku tidak keberatan sama sekali dalam hal ini, dan membantu kakak merupakan suatu kewajiban bagiku. Apalagi pekerjaan itu sama sekali tidak merepotkan aku. Hanya saja yang menjadi pokok persoalan bagiku adalah putra kakakku, yang saat ini duduk dibangku SMA kelas Tiga, jurusan IPA lagi. Yang mana seharusnya siswa yang masuk dalam jurusan itu, adalah menandakan siswa itu pandai. Yang pasti keponakan saya itu cukup pandai dalam bidang Computer.

Setelah pembuatan format undangan selesai, dan juga sudah aku perbanyak dengan Fotocopy sesuai yang di minta. Aku langsung menemui Kakak-ku dan menyampaikan, bahwa untuk selanjutnya aku tidak bisa lagi mau membantu dalam urusan perkawinan putrinya. Kakak ku nampak keheranan dengan pernyataanku. Lalu aku minta waktu sebentar untuk duduk bersama dengannya, kemudian menjelaskan maksudku.

Aku ingatkan kepadanya, ketika acara perkawinan Kakak ku Dua Puluh Empat tahun yang lalu. Siapa saja yang bekerja untuk mengatasi semua keperluan acara perkawinnan itu? Hanya aku. Ya hanya aku yang mengatasi semua keperluan perkawinan mulai dari awal sampai acara selesai, dan mengembalikan semua alat-alat dan perlengkapan yang di sewa, maupun dari tempat lain. Padahal waktu itu aku baru duduk di bangku sekolah kelas Dua SMP.

Keadaan waktu itu tidak seperti sekarang, yang serba modern dan komputer ini. Semuanya harus di urus sendiri-sendiri dan ke tempat yang berbeda. Tidak seperti sekarang. Satu kantor Persewaan Keperluan Perkawinan dan Pesta atau yang namanya Event Organiser (EO), sudah bisa melayani semua keperluan pesta berikut tenaga pelayanannya.

Aku yang mengurus dalam pembuatan undangan, yang mendisain format undangan dan memesan pada percetakan. Undanga yang di pesan ada tiga macam, yaitu untuk undangan acara lamaran maupun undangan nikah dan undangan resepsi. Menuliskan siapa saja yang di undang, dan dari kota mana saja. Begitu juga dengan pendistribusian undangan untuk berbagai macam kota. Semua itu aku yang menyelesaikan dengan tuntas dan tepat waktu.
Untuk keperluan konsumsi seperti piring, sendok, mangkok, panci dan gelas. Terop dan kursi lipat serta sound sistem, aku pesankan di satu tempat persewaan alat perkawinnan yang sama. Hal ini harus di lakukan sejak jauh-jauh hari, karena jika bertepatan waktunya dengan acara orang lain, maka kantor itu sudah tidak bisa melayani aku lagi. Padahal kantor ini adalah satu-satunya di kota ku.

Urusan Birokrasi waktu itu juga tidak mudah, selain ijin mengadakan pesta di kelurahan dan Muspika, dan juga ijin PLN untuk membuka pembatasan penggunaan listrik. Serta sejumlah per ijinan ke beberapa instansi. Semuanya aku selesaikan dengan rapih dan lancar.

Pada saat hari H nya, seperti pemesanan hiasan Kuade dan tetek bengek yang berhubungan dengan keperluan hiasan Tempat Duduk Kemanten. Harus di pesankan ke orang yang memang sudah ahlinya, dan tidak bertepatan dengan acara perkawinan orang lain. Begitu juga dengan tukang rias kemanten berikut dengan pakaian nya.

Pada saat acara aku juga yang mengatur tempat duduk, berikut sebagai terima tamu dan menempatkan tamu yang mana duduk dimana. Untuk orang-orang tua dan tokoh masyarkat atau ulama, punya tempat duduk khusus. Begitu juga pada saat pembagian konsumsi, harus tahu yang mana harus di dahulukan. Alhamdulillah semua bisa aku atur dengan lancar.

Sampai acara perkawinan selesai, pengawasan dan pengecekan barang perlengkapan yang akan di kembalikan, juga tidak luput dari pengawasanku. Dan acara selesai dengan semuanya kembali pada tempatnya lagi, tanpa ada masalah yang serius.

Sebenarnya aku sendiri heran, bagaimana aku bisa menyelesaikan urusan ini sendirian? Padahal waktu itu aku masih relatif muda. Ternyata yang bisa aku simpulkan adalah, jika kita mau maka semuanya bisa kita atasi. Apalagi pada jaman sekarang yang serba lengkap, cepat dan modern.

Begitu juga maksudku terhadap keponakanku, putra kakak ku. Kalau dia tidak mau mengupayakan sendiri, maka akan sampai kapan dia bisa mandiri? Jika di biarkan terus menerus sifat ketergantungan kepada orang tua, maka selamanya dia akan meminta bantuan orang tua dalam urusan nya sendiri.

Dalam hal ini aku baru sadar, betapa tepatnya cara mendidik Ayah terhadap ku. Aku sekarang benar benar merasakan manfaat dari cara mendidik Ayah. Terima kasih sekali Ayah. Bagi Ayahku tidak ada kamus yang namanya “Tidak Bisa.”  Semuanya menjadi “Harus Bisa” dalam segala hal.

Memang rasanya waktu itu aku menganggap Ayahku terlalu keras terhadapku. Jika ada urusan yang aku tidak bisa menyelesaikan, maka akan sangat marah sekali Ayah. Lalu aku akan segera di suruh melanjutkan pekerjaan atau urusan itu sampai tuntas. Urusan tidak akan berhenti di kerjakan sebelum semuanya sudah beres.

Jika di bandingkan cara mendidik orang tua jaman dahulu dengan orang tua jaman sekarang, tentu sangat berbeda sekali. Orang tua dulu cenderung keras dan memaksakan serta tidak mau tahu dengan kegagalan. Kalau di lihat hasilnya, maka anak-anaknya mempunyai kemampuan Kemandirian yang lebih tinggi.

Sedang orang tua jaman sekarang lebih luwes dan cenderung memanjakan kepada anak, terlalu toleran terhadap ketidak mampuan anak. Sehingga anak-anak sekarang kurang dalam hal Kemandirian nya. Sering putus asa dan merasa tidak mampu, dalam menyelesaikan berbagai masalah. Lalu sering melakukan kesalahan dalam memutuskan  suatu perkara atau masalah.
“Jadi Kakak harus memerintah anakmu untuk membantu.” Kataku.
“Percuma, aku sudah capek menyuruhnya. Dia tidak pernah bisa di suruh.” Kata Kakak ku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar