Senin, 20 Februari 2012

Pengamen Bus


Bus yang kutunggu tunggu akhirnya datang juga, tanpa berhenti sama sekali, Bus itu menurunkan dan menaikkan penumpang. Aku meloncat naik sebelum Bus ke arah Malang itu melaju lebih cepat. Tempat dimana aku meloncat ke Bus itu memang bukan Halte, dan memang tidak ada Halte disana, jadi Bus bisa menurunkan dan menaikkan penumpang se enaknya. Kejadian seperti ini adalah biasa, karena Bus ini tak mau di dahului oleh Bus yang di belakang, Time is money.

 Sopir Bus memandang kedepan dengan tenang sambil menghisap rokok, seakan tak tahu ada penumpang yang turun dan naik, sekali-kali melihat kaca spion diatas, untuk memastikan Bus yang dibelakang masih jauh. Penumpang sudah penuh sesak, jadi aku tak bisa masuk lebih dalam, jangankan duduk berdiri-pun aku sulit. Terpaksa aku berdekat-dekatan dan berhimpit-himpitan bersama penumpang lain dengan mesrah. Asap knalpot yang masuk kedalam Bus menambah semarak suasana.

Tak lama kemudian hujan datang dengan deras mengguyur jalan, memaksa kenek menutup cendela dan pintu Bus, menghindari penumpang basah terkena air hujan. Kondektur meliuk-liukan badannya melewati sela-sela sempit penumpang, berhenti menarik karcis penumpang yang baru naik. Udara dalam bus sudah mulai pengap, tapi sebagian besar penumpang masih asyik merokok, dengan bibir yang dikuncupkan keatas meniup asap rokok. Atap Bus penuh asap rokok mirip langit yang ber awan.

Posisiku berdiri menghadap kebelakang, tidak memungkinkan aku menghadap kedepan karena dibelakangku ada ibu hamil tua yang juga terpaksa menghadap kebelakang. Sedang didepanku bapak tua yang tinggi kurus dan keriput, wajahnya lurus menghadap ke aku karena sudah tak bisa lagi menoleh ketempat lain. Saking dekatnya sampai-sampai aku bisa menghitung jumlah bulu hidung yang menjulur keluar dikedua lobang hidungnya. Tiga dilobang kanan,dua dilobang kiri. Dia tersenyum setiap matanya bertemu mataku, sambil selalu bertanya “Mau kemana?”

Suasana menegangkan ini sedikit terpecahkan dengan kehadiran Pengamen Bus, yang akhirnya bisa menyanyi ketika beberapa penumpang turun bersamaan. Hujan agak reda ketika Pengamen Bus mulai memetik gitar. Mereka bertiga mulai bernyanyi disaat posisi berdiri sudah bisa dilihat dan didengar oleh semua penumpang. Biasanya beberapa Pengamen Bus sudah cukup bagus dalam menyanyikan lagu, aku berharap kali ini mereka bisa benar-benar menghibur. Dari cara mereka saling memandang dan tertawa satu sama lain membenarkan dugaanku, ternyata benar mereka bukan penyanyi berbakat.

Pilihan lagu dan suara serta cara memainkan gitar, juga entah senar gitar apa yang dipakai, kembali memekakkan telinga, mengaburkan pandangan dan mengingatkan aku lagi pada lobang hidung pak tua tadi. Suasana menjadi lebih tidak enak ketimbang pengapnya Bus tadi dengan semua cendela ditutup karena hujan. Tak jelas buat telingaku, lagu itu seperti irama keroncong, tapi berbau rock, tapi kok ada tabuhannya, tapi kok serak, tapi kok….. pokoknya tidak enak!!!  Untung mereka segera mengakhiri album Lagu-lagu Bingung itu.

Dengan mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas segala perhatian semua penumpang, salah satu dari mereka mengeluarkan kantong untuk menagih kesemua penumpang satu persatu sebagai ganti kenikmatan dan hiburan yang mereka ciptakan.
 
Aku sedikit loncat kegirangan ketika turun dari Bus di terminal Malang, waktu yang hanya setengah jam itu rasanya seperti dua hari. Tapi ini pengalaman berharga buatku, aku harus hati-hati dan harus pula pilih-pilh jika naik Bus.

1 komentar: