Rabu, 11 April 2012

Sahabatku Pada Masa Kecil


Pagi hari ini aku kebetulan berdiri di dekat sungai, yang sangat aku kenal, dekat dengan rumah orang tuaku. Aku perhatikan dengan seksama bentuk dan suasana sungai itu. Air sungai yang bening, kecil dan sempit tapi cukup deras itu mengingatkan aku pada masa kecilku. Waktu itu sungai itu terasa lebar dan dalam serta deras sekali. Hampir setiap hari aku selalu mandi dan bermain di sungai itu. Sungai itu menyimpan banyak kisah kenangan masa kecilku.

Kulihat kearah atas asal aliran sungai, lalu kuarahkan pandanganku ke arah sejauh air mengalir. Tiba-tiba pikiranku melayang-layang memutar kembali kejadian-kejadian yang aku alami pada masa kecilku, pada masa aku sering mandi dan bermain di sungai ini. Masa yang paling indah selama kurun waktu yang aku alami dalam  hidupku.

Aku tertegun sejenak, terpengaruh oleh kenangan yang muncul, ketika aku perhatikan aliran sungai bening ini. Betapa bahagianya aku waktu itu. Betapa jernih pikiranku waktu itu, sejernih sungai ini. Sungai ini adalah saksi bisu, kebahagiaanku waktu itu. Sungai ini seakan menyapaku dengan salam hangat, salam rindu. Tak tahan dengan kenangan masa lalu, akhirnya aku turun mendekati aliran sungai itu, dan mencelupkan kaki dan tanganku sebagai ucapan salam jabat tangan.

Kulihat sekeliling sungai itu, maka pikiranku semakin melayang-layang jauh kemana-mana. Mengingatkan aku pada tempat lain di sekitar sungai ini, yang juga sebagai bagian dari tempatku bermain waktu itu. Aku menganggap lereng-lereng, derasnya aliran sungai, pohon-pohon yang tinggi dan goa-goa dibawah bukit sebagai arena tempatku bermain. Bahaya adalah permainan yang paling aku sukai, tak ada hari yang aku jalani tanpa bahaya.

Duniaku adalah sesempit aliran sungai itu, jangkauan pikiranku setinggi pohon kelapa itu dan masa depanku adalah ujung goa dangkal itu. Aku tak pernah berpikir lebih jauh dari tempatku bermain. Aku tak pernah ingin menjangkau angan-angan diatas ujung daun pohon kelapa itu. Aku tak ingin mengetahui ada apa di balik dinding ujung goa kecil itu, walau itu adalah masa depanku kelak. Yang aku inginkan adalah ketetapan masa kecilku waktu itu. Aku tak ingin kebahagiaanku waktu itu berganti dengan yang lain. Apapun itu.

Perjuanganku adalah mencebur kedalam aliran sungai kecil yang deras ini. Kemudian hanyut beberapa meter, lalu naik ke daratan berlari ke atas, dan mencebur lagi untuk hanyut lagi terbawa arus sungai, begitu seterusnya sampai aku bosan. Semakin banyak aku mengulangi mencebur ke sungai, maka semakin besar kebanggaanku. Aku berhenti untuk mencebur lagi, ketika aku sudah merasa hitungan mencebur ke sungai untuk hari ini lebih banyak dari kemarin.

Kadang aku menganggap guruku adalah bukit kecil itu, dan selalu juga menganggap dia adalah muridku. Setiap menjelang sore, aku duduk di bawah mendengarkan wejangan dan nasehat dari bukit itu, lalu aku naik keatas bukit untuk menginjak-injak kepalanya sambil memberi wejangan dan pelajaran, aku mengatakan bahwa aku lebih baik dari bukit itu. Besoknya aku duduk di bawah lagi mendengarkan wejangan, dan kemudian naik lagi. Untuk pelajaran Spiritual aku selalu berada di bukit itu, siang aku menerima pelajaran, dan sorenya aku memberi pelajaran.

Aku menganggap pohon kelapa itu adalah kakekku. Ketika berada di bawah, aku menghayal berjalan-jalan di taman sambil di tuntun oleh kakekku. Kalau aku sedang di atas, maka aku menganggap seperti di gendong di punggung kakekku. Tanpa berjalan aku sudah bisa melihat sekitar kebun itu dalam jarak yang cukup jauh. Aku tak merasakan adanya perbedaan antara di atas dan di bawah pohon kelapa. Bedanya hanya pada rasa, yaitu di atas lebih enak dari pada di bawah.

Lubang goa kecil itu adalah merupakan rumah masa depanku. Aku yang merencanakan, mendisain, menghiasi dan mengerjakan pembangunan rumah masa depanku. Aku bangga sekali dengan rumah hasil jerih payahku ini. Ketika aku terangi ruangan dalam goa dengan obor dari pelepah daun Pepaya yang di beri Minyak Tanah. Aku merasa harus letih bagai seorang Ayah yang pulang ke rumah, setelah  bekerja di kantor pemerintah, dan ingin tidur di kamar, di lekukan ruang dalam goa, yang ku anggap kamar pribadiku. Setelah itu aku tak ingin yang lain lagi. Mungkin siang itu, di goa itu aku ingin pensiun.

Setiap pagi setelah sarapan aku langsung mendengar suara Bukit, Pohon dan Goa serta Sungai memanggil-manggil namaku. Mereka selalu mengingatkan aku bila tiba waktu untuk berkunjung. Dan mereka dengan berat hati mengijin aku untuk pulang karena hari mulai senja.

Aku tak tahu berapa lama aku bermain dengan mereka. Dan aku juga tak tahu sejak kapan aku berhenti bermain dengan mereka. Waktu lewat tanpa memberi kesempatan bagiku untuk mengucapkan salam dan berpamitan untuk berganti dengan permainan lain yang sesuai denga usiaku. Rupanya waktu tahu dan takut mereka tidak akan memberi aku ijin untuk mengganti dengan permainan atau teman yang lainnya. Aku dan mereka sudah saling sangat mencintai.

Siang ini aku berada di tempat ini, tempat sahabatku dulu, Sungai bening ini, Pohon Kelapa yang sudah mati tumbang, dan Bukit serta Goa. Mereka sudah tidak mengenal aku lagi, dan aku juga sudah tidak mengenal mereka lagi. Walau aku tidak terlalu rindu pada mereka, tapi aku masih ingat dengan masa-masa bahagia bersama mereka. Apakah mereka sedih dengan perpisahan waktu itu? Apakah Pohon Kelapa yang sudah tak ada itu, mati karena tak kuasa menahan sedih? Apakah Bukit itu yang sekarang menjadi gondrong tertimbun oleh lebatnya semak belukar, tidak bisa merawat diri karena sedih juga dengan perpisahan itu? Dan Apakah Goa rumah masa depanku, yang sekarang hilang tertimbun sampah rumput liar dan  ilalang, juga sakit hati kepadaku? Entahlah mungkin hanya sungai ini yang bisa menjawab semua pertanyaan itu.

Karena tak mampu menjawab,akhirnya aku berdiri mencoba untuk berpamitan dengan semua sahabatku ini, sebagai ganti pamitan yang tidak aku lakukan dulu. Lalu aku pergi setelah mencelupkan lagi kaki dan tanganku ke sungai sebagai salam jabat tangan perpisahan. Sampai Jumpa lagi.

1 komentar:

  1. HI GUYS.......
    YOU NEED MONEY OR NOT.
    CHECK THIS OUT AND YOU’LL REGRETED
    HERE

    BalasHapus