Minggu, 04 Maret 2012

Sekolah - SMA


Anakku sedang menjalani pelajaran di akhir-akhir semester. Tak lama lagi ujian akhir akan segera tiba. Sibuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas bersama teman-temannya.

Kesibukannya mengingatkan aku ketika masih SMA, di akhir semester juga.
Bagaimana waktu itu aku juga sangat sibuk belajar, belajar sendiri atau belajar berkelompok. Kursus-kursus pun tak aku lewatkan. Rasanya tinggal di sekolah lebih lama dari pada tinggal dirumah.

Aku merasa punya dua rumah yang satu adalah sekolahanku. Kecintaanku kepada kedua bangunan itu sama. Bedanya hanya yang satu punyaku, sedang yang lain punya orang banyak.

Aku begitu akrab kepada semua guru, karyawan dan bahkan tukang kebun sekolah. Aku mencintai mereka dan mereka rasanya juga mencintai aku.

Ketika aku meninggalkan sekolah, aku tidak mendapatkan gantinya. Aku berada ditempat yang berbeda, suasana kampus tidak sama dengan SMA.

Tapi para guru berada pada suasana yang tetap, hanya murid-murid berbeda wajah, tingkah laku dan karakternya tetap sama. Dan akan mengalami lagi kesedihan berpisah setiap tahun, karena lulus.

Kini anakku sekolah ditempat yang sama denganku, dan akan segera meninggalkan sekolah itu juga, sama seperti aku dulu.

Aku tak tahu apakah dia juga sebahagia aku dulu? Apakah dia dicintai semua anggota sekolah, dan dia juga mencintai semuanya.

Ditempat yang sama Kenangan seseorang, pasti akan berbeda dengan orang lain, walau antara anak dan bapak.

Sabtu, 03 Maret 2012

Tau Diri


Sebenarnya ada hal-hal dari sifat dan karakter yang kurang baik pada diriku. Berat dan memalukan sekali untuk mengakui, bahwa aku ini paling suka dipuji. Padahal aku tidak mempunyai atau memiliki apapun yang layak untuk dipuji.

Sering kali aku melayangkan pujian pada seseorang, yang memang layak menerimanya. Tapi kadang aku berharap dia membalas, dengan memberikan pujian juga kepadaku. Sedang dari sudut pandang dia, mau apalagi memang tak ada pujian yang cocok di katakan untukku, dia tidak bersalah.

Akhirnya aku memuji diriku sendiri. Aku katakan bahwa aku cakep, manis, suaraku merdu, pikiranku cemerlang, otakku jenius dan permainan sepak bolaku hebat.

Aku ucapkan semua itu setelah menoleh kekanan dan kekiri, setelah yakin  tak ada seorangpun yang mendengar.

Jumat, 02 Maret 2012

Penantian


Aku duduk dibangku panjang Ruang Tunggu sebuah bangunan yang paling di benci oleh semua orang, Rumah Sakit. Bangunan yang hanya dikunjungi bila terpaksa.

Tak terasa sudah beberapa hari aku duduk di bangku ini, juga kadang di bangku yang itu, didepanku. Ruangan yang bersih sunyi dan rapih namun tidak menjadikanku nyaman dan kerasan.

Aku hanya duduk di bangku panjang ini, pekerjaanku hanya menanti harapan. Menanti berita, baik atau buruk.

Beberapa keluarga juga dalam suasana penantian yang tak pasti. Ada yang duduk, ada yang berdiri dan ada juga yang berjalan kesana kemari, bahkan ada juga yang tidur, mengganti waktu tidur tadi malam yang hilang.

Semua yang mereka lakukan termasuk aku, hanya berusaha menarik-narik waktu agar maju kedepan lebih dekat memberi kepastian. Dengan mata kusut karena terlalu banyak menangis.

Didalam Ruang ICCU, diantara beberapa tempat tidur, tergeletak tak berdaya, seseorang yang sangat dekat denganku. Dia dalam posisi terbaring tidur, tapi bukan tidur karena mengantuk.

Dia terbujur lemah pasrah pada dokter, pasrah pada doa-doa keluarga dan yang pasti dia pasrah pada takdir.

Aku dan semua keluarga hanya bisa melihat lewat cendela kaca tebal. Tak bisa mengajaknya bicara, tak bisa menghiburnya dengan cerita-cerita lucu dan tak bisa mencoba meringankan sakitnya dengan memijit-mijit.

Seperangkat alat kedokteran menutupi sebagian besar tubuhnya, mencoba membantu untuk bernapas, mencoba mengurangi rasa sakit dan juga penderitaannya.

Dokter dan suster keluar masuk ruangan khusus, hanya untuk menunjukkan rasa simpati, dan terlihat sibuk. Tanpa bisa meghasilkan apa-apa, bahkan untuk membuat orang itu bergerakpun tidak.

Seminggu telah lewat, waktu yang sangat sia-sia dalam upaya penyembuhan. Waktu yang hanya digunakan oeh suster untuk menutup tabir cendela, lalu membukanya dan kemudian menutupnya lagi.

Akhirnya, berita yang paling tidak aku dan seluruh keluarga harapkan tiba, berita yang mengakhiri semua penantian kami. Berita yang menutup semua penantian yang tidak pasti.

 “Selamat tinggal kawan, selamat tinggal saudara”

Akhirnya kamu benar-benar tidak merasakan sakit lagi. Kamu bisa lebih tenang lagi kini. Apakah yang lebih bahagia selain dari disisi Allah.

Kamis, 01 Maret 2012

Pak Paijo - Tukang Sampah


Sampah adalah sisa-sisa makanan, minuman, masakan atau limbah hasil produksi yang dikumpulkan oleh suatu rumah tangga, perkantoran atau perusahaan. Hampir tidak ada rumah atau gedung yang tidak menghasilkan sampah.

Bahkan jalan-jalan umumpun bisa menghasilkan sampah, biasanya dari daun-daun pohon yang kering, binatang kecil yang mati dijalan seperti tikus, kucing atau anjing, atau orang yang membuang sampah sembarangan.

Tukang sampah adalah orang yang mengambil sampah dari rumah, kantor atau perusahaan, kemudian mengangkut dan membuangnya ditempat pengumpulan sampah.

Tukang sampah pemerintah adalah Pegawai Negeri, sedang tukang sampah kampung dibayar dari iuran kampung untuk kebersihan. Tukang sampah freeline biasanya meminta upah dari rumah-rumah yang sampahnya berlebihan dan tak ada petugas kebersihannya.

Tukang sampah bekerja mengangkut sampah yang telah terkumpul yang diletakkan didepan tiap rumah atau gedung lain. Ada juga yang hanya mengangkut sampah dari tempat pengumpulan sampah sementara TPS, untuk diangkut ketempat pengumpulan sampah terakhir TPA.

Biasanya tukang sampah bekerja siang hari, setelah sampah hasil kemarin terkumpul. Sampah tidak bisa dibiarkan terlalu lama untuk menghindari gangguan kesehatan akibat membusuknya sampah. Paling lama sampah harus dibuang atau diangkut tidak lebih dari satu hari.

Sayuran dan bahan makanan tidak semua bagiannya bisa dimakan, kulit, biji, pembungkus atau bagian ujung-ujung yang keras harus disisihkan, maka akan ada bagian yang dibuang. Sisa-sisa itu akan terkumpul banyak disetiap rumah tangga dan akan memenuhi tempat-tempat sampah.

Sampah yang terkumpul ditempat pengumpulan terakhir TPA tampak seperti gunung. Hari ini sampah datang dari kota, maka gunung sampah akan menjulang semakin tinggi.

Ketinggian sampah di TPA akan menurun setelah para pemulung yang jumlahnya cukup banyak, memilih-milih dan  pengumpulkan barang-barang sisa yang menurut mereka masih bisa dimanfaatkan atau dijual lagi.

Pak Paijo adalah tukang sampah panggilan, yang mengambil sampah hanya dirumah sekitar kampungku. Beliau sudah cukup tua dan tidak mempunyai keahlian khusus untuk bekerja sebagai pedagang atau pengusaha.

Pak Paijo tampak berseri-seri bila melihat kampung kotor dan penuh sampah berserakan dimuka setiap rumah. Bagi Pak Paijo semakin banyak sampah maka semakin besar devisa.

Ibu-ibu rumah tangga sangat sayang dan selalu rindu kepada Pak Paijo. Buktinya hampir setiap sore Pak Paijo selalu dapat panggilan khusus dari Ibu-ibu. Kalau Pak Paijo tidak langsung muncul, maka Ibu-ibu itu akan menunggu dengan tidak sabar didepan pintu.

Bila turun hujan lebat, air meluap dari selokan yang berisi sampah, mengeluarkannya dan biasanya banyak berhenti didepan rumah penduduk. Menyusahkan penghuni rumah tapi menyenangkan hati Pak Paijo.

Dimusim kemarau hujan tidak turun maka banjir juga tidak ada, sampah dari selokanpun sepi., Sampah ditiap-tiap rumah juga sangat sedikit, jalan-jalan dikampung tampak bersih, semua tampak senang. Kecuali Pak Paijo murung sendirian di Pos Jaga, devisa menurun.

Selasa, 28 Februari 2012

Rindu dan Air Mata


Aku duduk di Kursi panjang pelataran bandara Juanda, menjemput teman yang datang dari Jakarta. Dua orang yang juga sedang menunggu kedatangan, duduk masing masing dikiri dan kananku.

Kulihat banyak orang lalu lalang, sibuk keluar masuk peron bandara menyurung barang dalam troli.

Petugas Pengangkutan Bandara mengangkat barang-barang bawaan lari kesana kemari menumpuk barang bawaan kedalam mobil, melayani penumpang yang baru turun dari pesawat terbang.

Seorang wanita muda berjalan perlahan-lahan sambil menyurung troli, tanpa tujuan pasti kesana-kemari seperti ada yang dicari, menolak Petugas Pengangkutan Bandara membantu mengangkatkan barangnya.

Dari penampilannya bisa diduga dia adalah gadis dusun yang jauh dari kota Surabaya. Melihat pakaian dan barang bawaannya sepertinya dia baru datang dari luar negeri. Aku baru mengerti ternyata gadis itu adalah TKW yang baru pulang dari Hongkong.

Tiba-tiba wajahnya berubah ceriah berseri-seri, bibirnya terbuka lebar tertawa tampak sangat bahagia. Dari kejauhan dua orang Bapak dan Ibu berlari menghampiri gadis itu yang meninggalkan barangnya menyambut kedatangan kedua orang tuanya.

Mereka berbenturan karena cepatnya lari, ketiganya berpelukan rapat-rapat, kedua orang tua berebut ingin lebih erat memeluk gadis itu, tak kuasa ingin menumpahkan perasaan rindu kepada anaknya dengan memeluk erat-erat.

Wajah mereka bercampur antara tertawa, menangis, rindu dan sakit karena pelukan erat. Aku berani bersumpah kalau mereka tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.

Tampak jelas sekali mereka tak bisa bicara, tawa dan tangis sudah menggambarkan isi hati dan ucapan mereka. Gadis itu menanyakan bagaimana kabar kesehatan Bapak dan Ibunya dengan air mata yang deras mengalir dan gigi yang tersembul karena tertawa.

Ibunya menjawab tanpa kata-kata sambil tetap tertawa dengan air mata, air ingus dan air liur yang tak kalah derasnya. Sang Bapak mengangguk-angguk sambil membetulkan songkoknya yang hampir jatuh, mengiyakan tanpa kata-kata dengan wajahnya yang basah oleh ketiga air itu juga.

Beberapa orang berlarian mendekati pertemuan pelukan tiga orang itu, menyerbu menyeruduk ikut ambil bagian dalam pelukan itu juga, sambil tertawa dan menangis.

Suasana pelampiasan rasa rindu berlangsung cukup lama. Akhirnya gadis itu bertanya “Mana Jumilah ?”

Kata-kata pertama yang terdengar setelah durasi Adegan Pelukan Tawa dan Air mata yang panjang, memecahkan suasana, menambah ketegangan.

Jumilah adalah adik kesayangan gadis itu. Seluruh keluarga sepertinya tahu  kedua gadis itu sangat saling mencintai dan rindu berat.

Dari kejauhan seorang gadis kecil berlari cepat menghampiri, tampak cipratan air keluar dari bagian kepalanya “Air Mata” karena gerakan lari.

“Jumilah…. ” 

Gadis itu berteriak, meloncat keluar meninggalkan kerumunan orang-orang yang barusan memeluknya. Mereka bertabrakan, berpelukan erat sekali, berciuman, berteriak histeris, menangis meraung-raung dengan air mata muncrat di kedua pasang mata mereka. Wajah mereka menempel lengket seakan ingin dijadikan satu.

Seluruh keluarganya memandang sambil menangis dengan gigi tetap tersembul tertawa. Memaklumi ketidak sanggupan kedua gadis bersaudara itu melepaskan rasa rindu.

Aku menoleh ke bapak disamping kananku, ternyata wajahnya basah oleh airmata. Begitu juga dengan orang disamping kiriku, dia menunduk menangis tak tahan melihat adegan yang mengharukan itu.

Aku semakin terkejut ternyata air mataku juga mengalir deras selama kejadian itu. Karena malu akhirnya aku meninggalkan tempat itu.

Semua yang melihat adegan yang sangat istimewa itu ikut menangis menikmati kebahagiaan  tulus dan murni.

Sabtu, 25 Februari 2012

Sakit Gigi


Sebenarnya, hari ini adalah hari yang sangat menyenangkan bagiku. Hampir semua teman, sahabat dan kerabatku kumpul jadi satu di acara perkawinan famili dekatku. Selain acara inti yang sangat meriah dan mengesankan, kesempatan berkumpul dengan orang-orang yang sangat lama sekali tidak bertemu, adalah sesuatu yang tidak bisa disia-siakan.

Suasana itu benar-benar membuat mulut ini tidak bisa ditutup karena terus-terusan tertawa terbahak-bahak. Wajah-wajah humoris dari temanku masing-masing menceriterakan pengalaman lucu mereka yang pernah terjadi selama berpisah.

Acara yang paling aku tunggu-tunggu selama hidupku ini tiba-tiba jadi hancur lebur gara-gara salah satu gigi ku sakit . Wajahku yang cerah karena tertawa terbahak-bahak dalam suatu kesempatan, kontan berhenti dan berganti meringis kesakitan karena gigi sial ini.

Rasanya aku seperti menggigit paku yang paling besar dan panjang, serta menembus otakku. Wajah-wajah teman dan kerabatku semua jadi berubah seperti hantu, tidak lucu sama sekali. 

Mereka sejenak heran dan bertanya padaku  “Kenapa?”

Setelah dengan susah payah aku jelaskan, mereka tertawa terpingkal-pingkal, rupanya aku yang sedang kesakitan ini dianggap sebagai bagian kejadian yang lucu.  Sialan!

Tidak tahan dengan rasa sakit ini, akhirnya aku putuskan untuk pulang. Dijalan aku coba bayangkan kerugian melewatkan kesempatan emas berkumpul dengan sahabat yang sangat kocak.

Siang hari yang cerah dan suasana kumpul bersama teman dan sahabat serta kerabat, terpaksa harus ditinggalkan dengan membawa pulang sakit gigi.
Jalan pulang yang aku lalui terasa jauh, meliuk-liuk seperti ular yang bergerak menjauh. Suara klakson kendaraan terdengar seakan-akan mobilnya ada didalam telingaku.

Sesampai dirumah kucoba menenangkan diri dengan istirahat dan tidur, tapi rasa sakit tidak tampak berkurang, bahkan semakin menjadi-jadi. Tidur ingin berdiri, berdiri ingin berjalan, berjalan ingin duduk, duduk ingin mandi, mandi ingin tidur. Jika aku memandang kedepan yang tampak adalah yang dibelakang.

Kubuka mulutku, kuperiksa barangkali ada Paku - Besar atau Mata - Bor yang menancap di gigiku. 

“Tidak ada”

Obat pereda rasa sakit gigi pertama sudah aku telan. Kutunggu beberapa saat, rupanya agak berkurang sedikit dan sebentar. Tapi untuk berikutnya sudah tidak ada ampun lagi, gigiku sudah tidak bisa diredakan dengan obat apapun.

Sore hari perutku terasa kenyang dengan beberapa obat yang telah aku telan. Berbagai merk obat gosok aku coba juga, sampai–sampai kulit pipiku tebal dan putih. Tak kalah ketinggalan berbagai macam doa dan bacaan-bacaan  atau mantra sudah aku lakukan. Karena kurang yakin maka istrikupun kusuruh mencoba membaca sampai beberapa kali. Rupanya tidak manjur juga.

Satu-satunya jalan adalah harus ke Dokter Gigi. Sore ini tidak ada dokter yang buka praktek, malam nanti sekitar jam 19.00 baru mulai ada yang praktek. Waktu Penantian sekitar empat jam inilah merupakan waktu yang sangat menyiksa. Seakan aku menunggu selama empat tahun.

Aku sudah berada di ruang tunggu satu setengah jam sebelum Dokter Gigi buka praktek, belum ada orang lain yang datang. Selama itu kepalaku terasa berat dan besar seperti di pompa sampai sebesar Drum. Ketika datang waktunya Dokterpun tiba. Karena tak sabar menunggu, kulihat  seakan-akan Dokter Gigi yang datang berjalan dari tempat parkir keruang praktek dengan cara Slow Motion .
 “ Cabut gigiku semua Dok !” Kataku

“Tenang, tenang. Yang mana yang sakit” Kata Dokter Gigi, sambil tersenyum. Kulihat giginya seperti Gigi Taring semua.

Seperti keluar dari medan perang, akhirnya aku pulang dari Dokter Gigi dengan perasaan lega. Rasa sakit sudah lenyap dan gigiku masih utuh semua. Alhamdulillah.